Ijinkan Hati Bicara...: Lagi-lagi, Media Kupang Memperkosa Sastra. google-site-verification: google642dcb3a3836b309.html

20 Okt 2013

Lagi-lagi, Media Kupang Memperkosa Sastra.



Alangkah kecewanya saya membaca dua koran lokal Kota Kupang Edisi hari ini, Minggu, 20 Oktober 2013. Adalah Victory News dan Pos Kupang, koran kebanggaan NTT ini lagi-lagi membuat kecerobohan dalam rubrik sastra mereka.
Memang ini bukanlah dosa yang besar, tapi jika dipikirkan lagi, saya patut mempertanyakan keseriusan dua media ini mengelola rubrik sastra mereka (VN : Rubrik Sastra dan Budaya; PK : Puisi –Cerpen) karena adalah sebuah kebodohan jika hal yang sama masih terulang.
Sebelumnya, karya saya dan teman-teman pernah diperkosa dua media ini berulangkali. Tetapi kesalahan tersebut tidak pernah diralat oleh mereka. Dalam kasus kami saat itu, orang yang saya tuduh paling bertanggung jawab adalah editor dan layouter. Kesalahan mulai dari puisi yang terpenggal, urutan bait yang berubah, kesalahan nama penulis, juga merubah tanda baca dan huruf dari huruf kecil menjadi kapital dan sebaliknya. Padahal, seringkali dalam puisi, berlaku yang namanya semiotika, di mana tanda baca dan huruf menjadi sesuatu yang sangat penting sehingga hal tersebut selalu disengaja oleh penulis untuk berada di situ.
Hal-hal yang saya sebutkan di atas bukan hanya sekali terjadi dan bukan hanya diderita oleh satu penulis, karena beberapa penulis yang saya kenal pun sudah mengeluhkan hal yang sama sejak lama. Menyikapi tidak adanya niat baik dari media-media tersebut untuk meminta maaf maka saya dan beberapa teman-teman akhirnya memutuskan untuk tidak lagi mengirim karya kami untuk media lokal yang ada di Kupang.
Untuk edisi hari ini, saya tidak tahu apakah puisi yang dikirimkan penulis memang seperti yang sudah dimuat itu ataukah ternyata sudah ada perubahan sana-sini oleh editor kedua surat surat kabar tadi. Jika memang tidak ada perubahan apa pun dari editor, maka pertanyaan saya selanjutnya adalah; bagaimana mungkin puisi yang menggunakan Bahasa Indonesia dengan beberapa ejaan yang salah ini bisa dimuat di media yang punya kapasitas dan nama besar?
Salah ejaan ini bukan hanya terdapat dalam sebait dua bait puisi, tapi nyaris semua puisi di dua media ini menampilkan kesalahan yang sama. Salah ejaan yang saya maksud di sini adalah kata yang seharusnya lengkap dituliskan ternyata telah kehilangan satu huruf alias kurang huruf atau ada kata yang malah kelebihan huruf, dan ada kata yang huruf vokalnya sudah diganti dengan huruf yang lain.
Kesalahan fatal ini bisa kita baca dalam puisi-puisi di Victory News karya Philipus Keban dan Engky Keban. Sementara Pos Kupang merilis 4 buah puisi yang semuanya ditulis oleh Margareth Febhy Irene.
Mungkin salah ejaan ini kelihatannya sederhana. Ya, sederhana. Tapi sederhana itu hanya berlaku jika yang kita tulis adalah kata-kata puitis dalam sms atau BBM kita. Sederhana itu hanya jika kita menulis untuk dimuat sebagai status facebook atau twitter. Sudah tidak sederhana lagi jika kesalahan dibuat oleh dewan redaksi dari media cetak yang namanya sudah sangat terkenal di mana-mana.
Adalah kesalahan sangat fatal, jika penulis mengabaikan ejaan yang baik dan benar, apalagi jika ini bertalian dengan karya sastra, karya puisi. Puisi adalah bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama dan makna khusus (KBBI). Memang puisi sekarang bukanlah puisi yang masih terikat oleh rima, matra, bait dan larik. Tetapi sampai kapanpun puisi akan selalu terikat oleh bahasa induknya. Kesalahan dalam menulis tanda baca atau huruf dalam puisi bisa berakibat puisi tersebut kehilangan makna di tangan orang-orang yang membacanya. Apalagi jika puisi dihasilkan dari bahasa daerah yang rumit, yang tidak pernah didengar orang lain, maka semakin sulitlah puisi tersebut mempertajam kesadaran orang.
***
Ternyata, kesalahan hari ini tidak hanya terjadi pada puisi. Di Pos Kupang halaman 14 menulis dengan sangat salah nama cafe di Lasiana yang sering jadi tempat nongkrong kita. Bukan OCD Cafe yang tertulis, tapi ODC Cafe. Semoga setelah dimaafkan beberapa penyair Kota Kupang, kali ini Om Ody Messakh juga mau memaafkan mereka.


Sumber Gambar : Google




Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar