Ijinkan Hati Bicara...: Januari 2010 google-site-verification: google642dcb3a3836b309.html

16 Jan 2010

Di jalanmu, peri kecilku...

Terlalu cepat kamu memilih untuk pergi, terlalu cepat keputusan kau ambil tanpa panjang pikir.Itu bukan cinta. Sebab tak ada getaran sedikit pun di hatimu baginya. Kamu bahkan dengan yakin katakan bahwa kamu pun ragu dengan rasa yang ada dihatimu. Untuknya.


Jalan yang kau ambil adalah jalan putus asa oleh karena sekian lama jalan yang kau tempuh tak pernah kau dapati jalan mulus.


Ini bukan takdir, tapi kamu sendiri yang menghukum dirimu dengan keterpurukan ini.
Kamu terlalu kecewa oleh kehidupan yang menurutmu terlalu bengis dan tak pernah adil bagimu. Kamu bahkan berulangkali memohon mati ketika kebingungan baru datang mengantar setengah dirinya padamu.

Ini bukan jawaban atas setiap doa yang setiap hari kau angkat kepada-Nya. Ini pelampiasan kemarahanmu atas hidupmu. Atas cintamu. Atas masa lalumu, atas dendammu.

Kamu tak pernah berpikir atas hari esok apa yang akan terjadi padamu. Kamu hanya ingin menunjukan pada orang lain bahwa kamu pun bisa. Tapi kamu tak pernah pikirkan resiko apa yang akan terjadi esok. Kamu hanya ingin menghibur dirimu saat ini dengan cara itu. Kamu sendiri mungkin sudah tahu, bahwa esok bisa jadi kamu akan menangis karena telah salah melangkah.

Ini pelarian. Sebab telah kau tempatkan cintamu pada tempat yang tak semestinya. Kamu menerimanya dengan lapang dada namun hatimu terus bertanya-tanya dalam ragu yang bisu tentang semua kenyataan yang saat ini kamu hadapi. Tak ada kepastian sedikit pun dihatimu akan jalan panjang ke depan yang akan kau lalui. Dalam doamu bahkan kau masih bertanya pada Tuhan mana kepastian yang sesungguhnya untukmu.

Sungguh, aku yang di sini tak pernah setega itu membiarkanmu lebih jauh melangkah menuju arah yang salah. Tapi sampai hari ini pun tak ada yang bisa kulakukan untuk mencegahmu. Aku bahkan tidak lebih dari noktah yang mengotori gaun pengantinmu yang sudah kau rancang dengan setengah hati. Aku tidak lebih dari jamur yang mengotori lintasan karpet beludru yang kau rentang menuju singgasana yang kau ciptakan dengan terpaksa.

Pada akhirnya, ini keputusanmu. Pilihanmu. Jalan hidupmu. Tak ada alasan yang tepat untuk memanggilmu kembali ke tempat semula dan memulai lagi langkahmu pada jalan yang seharusnya.

Pada akhirnya, teruslah melangkah peri kecilku, mungkin memang ini jalan hidupmu. Kosong bukan berarti esok tak akan terisi. Segala sesuatu berawal dari tiada dan menjadi ada.

Semoga kita masih bisa menjadi bulan dan bintang yang tetap bersanding pada malam gelap dan tetap saling memandang lalu bercengkrama, raga kita memang tak akan lagi menyatu, namun biarlah cahaya kita masih bisa menerangi jalan gelap yang lain.

Semoga kamu masih mau menjadi peri kecilku yang selalu terbang dalam alam mimpiku dan membawaku melintasi segala masalah dengan tersenyum tanpa ragu dan takut.

Selamat menikmati perjalanan hidupmu, Nona……




Share