Ijinkan Hati Bicara...: Dicky itu Pernah Menjengkelkan!!! google-site-verification: google642dcb3a3836b309.html

10 Okt 2013

Dicky itu Pernah Menjengkelkan!!!



Christian Dicky Senda, saya lupa kapan nama ini pertama kali saya dengar, mungkin dipenghujung tahun 2007 atau awal tahun 2008 lewat sebuah blog yang dengan bangga memperkenalkan dirinya sebagai anak Mollo yang lagi merantau di negeri orang. Karena saya juga blogger baru, iseng-iseng saya komen pada salah satu tulisannya, sekedar kasih tau lah ke dia kalau saya lagi memantau pergerakan *cieh* dia di dunia blogger memblogger. Apalagi saat itu lagi heboh yang namanya blog walking ditambah semangat ngeblog saya yang masih tinggi *maklum, pemain baru*
Berminggu-minggu saya menunggu balasan dari orang ini. But, dia tetep cool di negeri sana. Meski demikian tulisan tulisan terbarunya terus muncul dari minggu ke minggu. Akhirnya, saking jengkelnya, link blog dia di sidebar saya hapus. Saya marah, jengkel. Ini orang kampung dari kampung kok sombong banget...!!!
Demikianlah saya menyimpan dendam saya terhadap anak mollo ini tanpa dia tau sampai tulisan ini saya buat. Tetapi kejengkelan saya terhadap orang ini semakin menjadi jadi ketika salah satu iklan yang kami buat dengan susah payah di pedalaman Timor dengan segala perhitungan yang matang dan mempertimbangkan semua resiko andai iklan itu dimuat diprotes oleh Dicky Cs lewat sebuah milis yang berisi para akademisi di NTT. Intinya, saat itu dicky mengirim sebuah tulisan protes atas iklan itu yang ditulis tanpa rasa malu oleh temannya karena iklan itu menjatuhkan reputasi mereka di dunia perantauan. Sebagai anak timor dengan gengsi yang tinggi, mereka merasa bahwa iklan itu sangat menjatuhkan kredibilitas orang timor. Mungkin dicky ini gak salah sih, dia hanya meneruskan sebuah curhat temannya, tapi diskusi di milis tentang iklan tersebut akhirnya menjadi panjang sampai sampai beberapa orang mengusulkan untuk melakukan investigasi terhadap aliran dana untuk pelaksanaan program itu sampai apa yang didapat si anak yang akhirnya jadi bintang iklan terkenal itu.
Saya yang semula hanya menjadi silent reader di milis itu tentu saja berang. Hasil kerja saya dan team untuk membangun kehidupan masyarakat di sana hingga proses pembuatan iklan untuk mengangkat tanah timor diprotes begitu saja tanpa pertimbangan hanya karena dialeg timor yang sangat kental dalam iklan tersebut. saya akhirnya bicara banyak di milis itu, mempertanyakan kapasitas mereka untuk memprotes iklan tersebut juga rasa malu mereka. Mengapa harus malu dengan budaya sendiri jika memang demikianlah budaya kita. Lihat dong film denias yang meledak karena sukses mengangkat gaya bicara orang papua dan budayanya. Mereka tidak malu, tidak ada yang protes, tidak ada yang malu. Mereka bahkan sangat membanggakan film itu. Lalu kenapa orang timor harus marah?
Setelah itu, saya semakin tidak menyukai Dicky, blognya tidak lagi saya baca sekali pun saat itu saya adalah penggemar setianya. Saya bahkan meninggalkan dunia bloggernisasi *eh* hanya karena kejengkelan saya terhadap Dicky Cs. Cukup lama lah pokoknya saya berhenti ngeblog.

Waktu berlalu, Dicky pulang kampung!!! Membawa pulang dengan bangga gelar sarjana untuk orang tua tercinta dan buku kumpulan puisi Cerah Hati. Ahhh anak ini luar biasa. Tapi saya hanya diam, gak mungkin dong saya jungkir balik sambil bilang Palateeee...!!! atau Wow...!!! sambil tepuk tepuk tangan kan???
Dia pulang kampung saat saya dan teman-teman sedang gencar gencarnya dengan promosi sastra di Kupang lewat Temu Sastra Bulanan yang tiap bulan kami gelar di Taman Nostalgia. Lewat pengumuman yang saya buat di facebook, dia menyatakan kesediaannya untuk hadir, itupun kalau punya waktu.  Bah... alasan lagi orang ini. Kalo mo hadir ya hadir aja, gak perlu ngeles bro...
Saya lalu menanyakan kepada teman-teman, emangnya si Dicky itu kerja di mana sih. Lalu dari hasil penelusuran teman teman dan dari intel yang bisa dipercaya saya tau bahwa setelah balik kupang dia bekerja di salah satu perusahaan provit. Pantas aja gak bisa hadir, lha dia harus kejar target, apalagi ditambah frekuensi pulang kampungnya yang nyaris seminggu sekali di akhir minggu, jelaslah sampai kapan pun dia gak akan pernah bisa hadir, lha acara kita ini buatnya di akhir minggu.
Instruksi saya hanya untuk teman teman saat itu, jangan lagi percaya sama si Dicky. Dalam hati, saya semakin tidak menyukai orang ini. Saya benci, benci...!!!
Hingga tibalah di suatu malam yang cerah, ketika itu bintang sudah saya hitung sampai angka dua puluh dua ribu tiga ratus *apa sih* dan bulan sedang nongkrong dengan indah di atas kegelapan yang merdu. Kejutan yang tidak disangka sangka dari Dicky untuk saya datang menghampiri. Dicky dan seorang teman penyair yang juga baru saya kenal menyambangi gubuk deritaku. Saking menderitanya sampai gubuk itu tidak punya tempat duduk selain bekas spanduk caleg yang dicopot dari jalanan dan dijadikan tempat lesehan. Silahturahmi Dicky mengurai kebencian saya selama ini jadi takdir untuk saya harus mengenal seorang Dicky menjadi lebih baik. Dalam hati, saya menarik kembali semua sumpah serapah yang pernah dilontarkan untuk anak ini *emangpernahya?* :D
Akhirnya, saya dan dicky menjadi satu geng, sahabat yang seia sekata dalam aktivitas sastra di Kota Kupang. Sampai akhirnya, kejutan baru dari Dicky datang lagi. Buku kumpulan cerpennya siap terbit, menghampiri dunia sastra NTT. Sialnya bagi saya, kumpulan cerpen yang akan dia terbitkan secara indie ini akan dilakukan saat saya sudah berhenti kerja dan saya membutuhkan dana yang besar untuk sebuah perjalanan jauh menyusuri garis khatulistiwa untuk berpromosi tentang keadilan dan perdamaian di dunia, juga tentang adaptasi perubahan iklim dan manajemen resiko bencana. Padahal, untuk buku ini hanya bisa terbit jika ada preorder oleh orang-orang yang tertarik membeli sekaligus hasilnya akan disumbangkan ke perpustakaan perpustakaan dan rumah baca yang ada di NTT. Intinya, Buku ini akan diterbitkan dengan sistem crowd funded.
Pada akhirnya, saya hanya bisa mendukung teman saya yang baik hati, rajin sembahyang karena masih jomlo, tidak pernah tidur lewat dari jam 10 malam, suka menolong, rendah hati, tidak sombong, dan suka menabung untuk membayar belis ini dalam doa. Dicky telah memulai hal hal positif untuk perkembangan sastra di bumi Flobamora yang penuh dengan padang sabana kesusastraan namun selalu terlihat gersang dan dahaga. Kanuku leon tentunya akan memberi inspirasi dan mendorong semua penulis muda di tanah ini untuk terus berkarya. Semoga buku ini akan menghijaukan bumi flobamora lebih luasnya Indonesia dengan semangat mudanya.
Saya pasti akan membeli kanuku leon, mungkin bukan sekarang tapi yang jelasnya bukan bulan depan apalagi tahun depan. Rasa penasaran saya dengan cerpen-cerpen yang saya baca di sini membuat saya harus membeli bukunya begitu terbit.
Dicky, jangan Menghapus Ilona sekalipun itu adalah Suatu Malam yang Penuh Hujan dan Aku Gila karena Ada Kisah Tentang Lukisan Ikan di Fetonai yang memberi inspirasi Kanuku Leon untuk memberi Namaku Neontuaf dan Soleman, lihatlah Dicky, Sakura dari Fujikawaguchiko tak pernah mengenal Suanggi’ yang harus Sifon ketika Menikahi Anjing . Kabut Kota Ini telah membuatku Tersesat di Netmetan sambil mengenang Gugur Sepe Usapi Sonbai oleh  Dua Aktor Mamatua yang menyanyikan Klang-klang dibawah Pohon Kersen dan Batman.
Oh ya, Dicky, sorry ya, jika kamu pernah begitu menjengkelkan di hati saya... hahahaha... lagian, saya butuh dua botol sopi untuk curhat tentang kamu di tulisan ini. Sorry ya.... 




Share

1 komentar:

  1. Hahahahah.... Sampe sigitunya ee...

    *Untuk berdamai. Mari kita minum sopi dan teriak PALATEEE...*

    BalasHapus