Ijinkan Hati Bicara...: Oktober 2013 google-site-verification: google642dcb3a3836b309.html

28 Okt 2013

Bawa Beta Pulang



Redup, samar, dan gulitalah sudah...               
Segera!!!
Sebelum waktu pagi
Hingga di dahan embun

Lafas, lafaskan sudah...
Hingga nafasmu segara
Dan tak perlu kau garami
Supaya ia jangan lautan

Tarik, tarik...
tariklah sepanjang panjangnya kuatmu
sebab larik kita bukan tatanan huruf
di atas carik meterai

rindu, rindu...
rindukan beta meski pusara
nanti ini cinta beta tinggal jadi pusaka
jaga dia bae bae
penuh sukacita

jangan malele lai itu ina tana punya aermata
jang malele lai...!!!
kalo tusuk konde jangan sampai patah
beta punya doa sonde akan lepas

banjir, banjir, banjir....
banjir dari mama tar barenti
manangis lihat tanah su bapetak deng lobang mangan
lihat marmer su jadi orang kaya

di sana mama manangis
beta di sini bamandi banjir
mama pung sakit beta pung lompor
mama pung susah beta pung duka

Malaka deng Bena su bananah, mama....
di Benanain ada bunga dari mutis
ada juga kayu gelondong
ada juga anak kecil
mangalir bae ikot aer

padi su rata mama...
padi su rata di Rata Bena
rata deng mama pung banjir aermata
kalo mama sedih,
ini su ko dia pung akibat?

Mamaaa....
Bawa beta pulang
Bawa beta pulang sakarang
Kalo memang ini tanah sonde ramah lagi untuk mama
Bawa beta sakarang ju, pulang!

Mama, adi di sana manangis bacari susu
Tapi bawa beta pulang sakarang kalo mama sonde peduli dia
Bawa beta sakarang ju, pulang!

Mama...
Om deng tanta su dudu manangis di atas bedeng
Sayur su sonde ada lai
Kalo mama sonde peduli ju
Sakarang ju bawa beta pulang

Mama...
Kaka di sana batunjuk sapa harus babujuk mama
Kasi diam mama barenti basusah hati
Kalo ada hari bae nanti
Semoga dong sonde lupa kasi senang mama
Tadah mama pung aermata ko jang banjir lai
Kalo sonde...
Bawa beta pulang sakarang ju...




Share

20 Okt 2013

Lagi-lagi, Media Kupang Memperkosa Sastra.



Alangkah kecewanya saya membaca dua koran lokal Kota Kupang Edisi hari ini, Minggu, 20 Oktober 2013. Adalah Victory News dan Pos Kupang, koran kebanggaan NTT ini lagi-lagi membuat kecerobohan dalam rubrik sastra mereka.
Memang ini bukanlah dosa yang besar, tapi jika dipikirkan lagi, saya patut mempertanyakan keseriusan dua media ini mengelola rubrik sastra mereka (VN : Rubrik Sastra dan Budaya; PK : Puisi –Cerpen) karena adalah sebuah kebodohan jika hal yang sama masih terulang.
Sebelumnya, karya saya dan teman-teman pernah diperkosa dua media ini berulangkali. Tetapi kesalahan tersebut tidak pernah diralat oleh mereka. Dalam kasus kami saat itu, orang yang saya tuduh paling bertanggung jawab adalah editor dan layouter. Kesalahan mulai dari puisi yang terpenggal, urutan bait yang berubah, kesalahan nama penulis, juga merubah tanda baca dan huruf dari huruf kecil menjadi kapital dan sebaliknya. Padahal, seringkali dalam puisi, berlaku yang namanya semiotika, di mana tanda baca dan huruf menjadi sesuatu yang sangat penting sehingga hal tersebut selalu disengaja oleh penulis untuk berada di situ.
Hal-hal yang saya sebutkan di atas bukan hanya sekali terjadi dan bukan hanya diderita oleh satu penulis, karena beberapa penulis yang saya kenal pun sudah mengeluhkan hal yang sama sejak lama. Menyikapi tidak adanya niat baik dari media-media tersebut untuk meminta maaf maka saya dan beberapa teman-teman akhirnya memutuskan untuk tidak lagi mengirim karya kami untuk media lokal yang ada di Kupang.
Untuk edisi hari ini, saya tidak tahu apakah puisi yang dikirimkan penulis memang seperti yang sudah dimuat itu ataukah ternyata sudah ada perubahan sana-sini oleh editor kedua surat surat kabar tadi. Jika memang tidak ada perubahan apa pun dari editor, maka pertanyaan saya selanjutnya adalah; bagaimana mungkin puisi yang menggunakan Bahasa Indonesia dengan beberapa ejaan yang salah ini bisa dimuat di media yang punya kapasitas dan nama besar?
Salah ejaan ini bukan hanya terdapat dalam sebait dua bait puisi, tapi nyaris semua puisi di dua media ini menampilkan kesalahan yang sama. Salah ejaan yang saya maksud di sini adalah kata yang seharusnya lengkap dituliskan ternyata telah kehilangan satu huruf alias kurang huruf atau ada kata yang malah kelebihan huruf, dan ada kata yang huruf vokalnya sudah diganti dengan huruf yang lain.
Kesalahan fatal ini bisa kita baca dalam puisi-puisi di Victory News karya Philipus Keban dan Engky Keban. Sementara Pos Kupang merilis 4 buah puisi yang semuanya ditulis oleh Margareth Febhy Irene.
Mungkin salah ejaan ini kelihatannya sederhana. Ya, sederhana. Tapi sederhana itu hanya berlaku jika yang kita tulis adalah kata-kata puitis dalam sms atau BBM kita. Sederhana itu hanya jika kita menulis untuk dimuat sebagai status facebook atau twitter. Sudah tidak sederhana lagi jika kesalahan dibuat oleh dewan redaksi dari media cetak yang namanya sudah sangat terkenal di mana-mana.
Adalah kesalahan sangat fatal, jika penulis mengabaikan ejaan yang baik dan benar, apalagi jika ini bertalian dengan karya sastra, karya puisi. Puisi adalah bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama dan makna khusus (KBBI). Memang puisi sekarang bukanlah puisi yang masih terikat oleh rima, matra, bait dan larik. Tetapi sampai kapanpun puisi akan selalu terikat oleh bahasa induknya. Kesalahan dalam menulis tanda baca atau huruf dalam puisi bisa berakibat puisi tersebut kehilangan makna di tangan orang-orang yang membacanya. Apalagi jika puisi dihasilkan dari bahasa daerah yang rumit, yang tidak pernah didengar orang lain, maka semakin sulitlah puisi tersebut mempertajam kesadaran orang.
***
Ternyata, kesalahan hari ini tidak hanya terjadi pada puisi. Di Pos Kupang halaman 14 menulis dengan sangat salah nama cafe di Lasiana yang sering jadi tempat nongkrong kita. Bukan OCD Cafe yang tertulis, tapi ODC Cafe. Semoga setelah dimaafkan beberapa penyair Kota Kupang, kali ini Om Ody Messakh juga mau memaafkan mereka.


Sumber Gambar : Google




Share

17 Okt 2013

Zahania

Zahania,
Aku menjerang terik di batas kota
Menyambutmu yg datang sebagai hujan

Zahania, jika ada kata yg ingin kau sampaikan
Katakanlah lewat tetes hujan yg jatuh
Jangan lagi kau tulis di tengah mendung dan gelisah...

Zahania, ribu waktu ribu senja
Kita masih suka bermain kesenjangan
Sementara di sana, di utara cakrawala
Ada yg kusebut kemarau terus membakar
Menjadikan aku tak lebih dari jelaga

Zahania, dalam cinta sudah hening padam
Aku masih berupaya tak kehilanganmu...


Kupang, Oktober 2013




Share

10 Okt 2013

Dicky itu Pernah Menjengkelkan!!!



Christian Dicky Senda, saya lupa kapan nama ini pertama kali saya dengar, mungkin dipenghujung tahun 2007 atau awal tahun 2008 lewat sebuah blog yang dengan bangga memperkenalkan dirinya sebagai anak Mollo yang lagi merantau di negeri orang. Karena saya juga blogger baru, iseng-iseng saya komen pada salah satu tulisannya, sekedar kasih tau lah ke dia kalau saya lagi memantau pergerakan *cieh* dia di dunia blogger memblogger. Apalagi saat itu lagi heboh yang namanya blog walking ditambah semangat ngeblog saya yang masih tinggi *maklum, pemain baru*
Berminggu-minggu saya menunggu balasan dari orang ini. But, dia tetep cool di negeri sana. Meski demikian tulisan tulisan terbarunya terus muncul dari minggu ke minggu. Akhirnya, saking jengkelnya, link blog dia di sidebar saya hapus. Saya marah, jengkel. Ini orang kampung dari kampung kok sombong banget...!!!
Demikianlah saya menyimpan dendam saya terhadap anak mollo ini tanpa dia tau sampai tulisan ini saya buat. Tetapi kejengkelan saya terhadap orang ini semakin menjadi jadi ketika salah satu iklan yang kami buat dengan susah payah di pedalaman Timor dengan segala perhitungan yang matang dan mempertimbangkan semua resiko andai iklan itu dimuat diprotes oleh Dicky Cs lewat sebuah milis yang berisi para akademisi di NTT. Intinya, saat itu dicky mengirim sebuah tulisan protes atas iklan itu yang ditulis tanpa rasa malu oleh temannya karena iklan itu menjatuhkan reputasi mereka di dunia perantauan. Sebagai anak timor dengan gengsi yang tinggi, mereka merasa bahwa iklan itu sangat menjatuhkan kredibilitas orang timor. Mungkin dicky ini gak salah sih, dia hanya meneruskan sebuah curhat temannya, tapi diskusi di milis tentang iklan tersebut akhirnya menjadi panjang sampai sampai beberapa orang mengusulkan untuk melakukan investigasi terhadap aliran dana untuk pelaksanaan program itu sampai apa yang didapat si anak yang akhirnya jadi bintang iklan terkenal itu.
Saya yang semula hanya menjadi silent reader di milis itu tentu saja berang. Hasil kerja saya dan team untuk membangun kehidupan masyarakat di sana hingga proses pembuatan iklan untuk mengangkat tanah timor diprotes begitu saja tanpa pertimbangan hanya karena dialeg timor yang sangat kental dalam iklan tersebut. saya akhirnya bicara banyak di milis itu, mempertanyakan kapasitas mereka untuk memprotes iklan tersebut juga rasa malu mereka. Mengapa harus malu dengan budaya sendiri jika memang demikianlah budaya kita. Lihat dong film denias yang meledak karena sukses mengangkat gaya bicara orang papua dan budayanya. Mereka tidak malu, tidak ada yang protes, tidak ada yang malu. Mereka bahkan sangat membanggakan film itu. Lalu kenapa orang timor harus marah?
Setelah itu, saya semakin tidak menyukai Dicky, blognya tidak lagi saya baca sekali pun saat itu saya adalah penggemar setianya. Saya bahkan meninggalkan dunia bloggernisasi *eh* hanya karena kejengkelan saya terhadap Dicky Cs. Cukup lama lah pokoknya saya berhenti ngeblog.

Waktu berlalu, Dicky pulang kampung!!! Membawa pulang dengan bangga gelar sarjana untuk orang tua tercinta dan buku kumpulan puisi Cerah Hati. Ahhh anak ini luar biasa. Tapi saya hanya diam, gak mungkin dong saya jungkir balik sambil bilang Palateeee...!!! atau Wow...!!! sambil tepuk tepuk tangan kan???
Dia pulang kampung saat saya dan teman-teman sedang gencar gencarnya dengan promosi sastra di Kupang lewat Temu Sastra Bulanan yang tiap bulan kami gelar di Taman Nostalgia. Lewat pengumuman yang saya buat di facebook, dia menyatakan kesediaannya untuk hadir, itupun kalau punya waktu.  Bah... alasan lagi orang ini. Kalo mo hadir ya hadir aja, gak perlu ngeles bro...
Saya lalu menanyakan kepada teman-teman, emangnya si Dicky itu kerja di mana sih. Lalu dari hasil penelusuran teman teman dan dari intel yang bisa dipercaya saya tau bahwa setelah balik kupang dia bekerja di salah satu perusahaan provit. Pantas aja gak bisa hadir, lha dia harus kejar target, apalagi ditambah frekuensi pulang kampungnya yang nyaris seminggu sekali di akhir minggu, jelaslah sampai kapan pun dia gak akan pernah bisa hadir, lha acara kita ini buatnya di akhir minggu.
Instruksi saya hanya untuk teman teman saat itu, jangan lagi percaya sama si Dicky. Dalam hati, saya semakin tidak menyukai orang ini. Saya benci, benci...!!!
Hingga tibalah di suatu malam yang cerah, ketika itu bintang sudah saya hitung sampai angka dua puluh dua ribu tiga ratus *apa sih* dan bulan sedang nongkrong dengan indah di atas kegelapan yang merdu. Kejutan yang tidak disangka sangka dari Dicky untuk saya datang menghampiri. Dicky dan seorang teman penyair yang juga baru saya kenal menyambangi gubuk deritaku. Saking menderitanya sampai gubuk itu tidak punya tempat duduk selain bekas spanduk caleg yang dicopot dari jalanan dan dijadikan tempat lesehan. Silahturahmi Dicky mengurai kebencian saya selama ini jadi takdir untuk saya harus mengenal seorang Dicky menjadi lebih baik. Dalam hati, saya menarik kembali semua sumpah serapah yang pernah dilontarkan untuk anak ini *emangpernahya?* :D
Akhirnya, saya dan dicky menjadi satu geng, sahabat yang seia sekata dalam aktivitas sastra di Kota Kupang. Sampai akhirnya, kejutan baru dari Dicky datang lagi. Buku kumpulan cerpennya siap terbit, menghampiri dunia sastra NTT. Sialnya bagi saya, kumpulan cerpen yang akan dia terbitkan secara indie ini akan dilakukan saat saya sudah berhenti kerja dan saya membutuhkan dana yang besar untuk sebuah perjalanan jauh menyusuri garis khatulistiwa untuk berpromosi tentang keadilan dan perdamaian di dunia, juga tentang adaptasi perubahan iklim dan manajemen resiko bencana. Padahal, untuk buku ini hanya bisa terbit jika ada preorder oleh orang-orang yang tertarik membeli sekaligus hasilnya akan disumbangkan ke perpustakaan perpustakaan dan rumah baca yang ada di NTT. Intinya, Buku ini akan diterbitkan dengan sistem crowd funded.
Pada akhirnya, saya hanya bisa mendukung teman saya yang baik hati, rajin sembahyang karena masih jomlo, tidak pernah tidur lewat dari jam 10 malam, suka menolong, rendah hati, tidak sombong, dan suka menabung untuk membayar belis ini dalam doa. Dicky telah memulai hal hal positif untuk perkembangan sastra di bumi Flobamora yang penuh dengan padang sabana kesusastraan namun selalu terlihat gersang dan dahaga. Kanuku leon tentunya akan memberi inspirasi dan mendorong semua penulis muda di tanah ini untuk terus berkarya. Semoga buku ini akan menghijaukan bumi flobamora lebih luasnya Indonesia dengan semangat mudanya.
Saya pasti akan membeli kanuku leon, mungkin bukan sekarang tapi yang jelasnya bukan bulan depan apalagi tahun depan. Rasa penasaran saya dengan cerpen-cerpen yang saya baca di sini membuat saya harus membeli bukunya begitu terbit.
Dicky, jangan Menghapus Ilona sekalipun itu adalah Suatu Malam yang Penuh Hujan dan Aku Gila karena Ada Kisah Tentang Lukisan Ikan di Fetonai yang memberi inspirasi Kanuku Leon untuk memberi Namaku Neontuaf dan Soleman, lihatlah Dicky, Sakura dari Fujikawaguchiko tak pernah mengenal Suanggi’ yang harus Sifon ketika Menikahi Anjing . Kabut Kota Ini telah membuatku Tersesat di Netmetan sambil mengenang Gugur Sepe Usapi Sonbai oleh  Dua Aktor Mamatua yang menyanyikan Klang-klang dibawah Pohon Kersen dan Batman.
Oh ya, Dicky, sorry ya, jika kamu pernah begitu menjengkelkan di hati saya... hahahaha... lagian, saya butuh dua botol sopi untuk curhat tentang kamu di tulisan ini. Sorry ya.... 




Share

Jauh di Hati Saya, Jokowi Jangan Dulu Nyapres


Sepak Terjang Joko Widodo alias Jokowi sejak menjabat sebagai walikota Solo nyaris terdengar di seantero bumi. Pendekatan persuasif yang sering dilakukan untuk menyelesaikan masalah selama masa jabatanya di sana dielu-elukan semua orang, tidak terkecuali lawan politiknya. Ia semakin dicintai ketika mendukung mobil hasil karya anak-anak SMK dan menjadikan mobil tersebut sebagai kendaraan dinas walikota solo.
Ujung dari semua keberhasilan Jokowi di Solo, dia dipercayakan sebagai pemimpin DKI Jakarta. Begitu terpilih, berbagai gebrakan Jokowi menggemparkan kota Metropolitan ini. Mulai dari kartu Jakarta Sehat sampai direlokasinya penduduk dari beberapa pemukiman di Jakarta yang dianggap kumuh ke Rumah susun yang ada. Tidak sekedar relokasi, di rumah susun tersebut sudah dilengkapi oleh Jokowi dengan beberapa peralatan elektronik agar penghuninya tidak lagi kembali ke daerah kumuh.
Jokowi yang membumi ini memang dicintai oleh rakyat ibukota dengan segala gebrakan sosialnya yang persuasif. Ia dipuja sebagai sosok pemimpin yang rendah hati dan memahami kondisi rakyat sesungguhnya. Ia berani turun ke dalam selokan untuk memastikan bahwa selokan tersebut bekerja dengan baik, atau bahkan membaur dengan bau sampah di kali agar anak buahnya bisa lebih giat bekerja.
Jokowi tidak banyak ngomong. Dia lebih banyak melakukan aksi nyata. Ia turun ke jalan, menyambangi satu persatu warganya dan menyalami mereka tanpa takut tangannya kotor. Hal yang sebelumnya tidak dilakukan oleh pemimpin mana pun. Ia turun ke bawah, melihat langsung semua masalah dan memastikan bahwa tidak ada satu pun yang tertinggal untuk dikerjakan.
Fenomena Jokowi marak di mana-mana. Cara kerjanya ditiru banyak pemimpin dan calon pemimpin untuk meraih simpati masyarakat. caranya memimpin mengilhami sebuah gerakan baru untuk menjadikan ia sebagai orang nomor satu negeri ini. Indonesia.
Munculnya ide untuk menjadikan jokowi sebagai presiden menggetarkan lawan politiknya yang juga memiliki ambisi yang sama. Maka berbagai cara pun dilakukan demi menjatuhkan kredibilitas Jokowi, termasuk fitnah. Tetapi seorang Jokowi, di tengah pergunjingan akan sosoknya sebagai satu-satunya yang ideal untuk memimpin republik hanya tersenyum. Ia bahkan menanggapi dingin semua dinamika yang tercipta atasnamanya.

Tetapi jauh di dalam hati saya, saya menolak jika Jokowi harus jadi presiden dalam waktu yang cepat ini. Bukan karena saya adalah lawan politiknya, bukan itu. Saya bukan pengikut partai manapun. Saya orang kecil yang memilih berada di barisan golongan putih ketika tiba proses pemilu. Tetapi saya memiliki pertimbangan lain atas ketidaksetujuan saya.
Bagi saya, belum saatnya saja Jokowi harus ikut dalam nimbrung sebagai salah satu capres. Masih terlalu cepat. Jakarta masih butuh Jokowi untuk membenahi semua persoalan pelik yang bertahun-tahun tidak terselesaikan di sana. Jokowi sudah dipilih untuk menyelesaikan Jakarta dan dia sudah melakukan itu. Jika ia sampai terpilih sebagai presiden, maka Jakarta akan kembali menghadapi persoalan lama yang sudah membangkai ini.
Jokowi harus membuktikan kehebatannya di Jakarta dulu. Ketika dia sukses menyelesaikan semua masalah Jakarta, dia telah menjadi presiden di hati semua rakyat Indonesia. Tidak usahlah Pak Jokowi ikut-ikutan jadi capres sekarang ini. Tunggulah waktu yang akan datang. Ketika waktu itu tiba, saat mana Jakarta telah selesai dibenahi, maka tanpa kampanye pun, Jokowi akan dipilih secara aklamasi  oleh rakyat Indonesia yang sangat mencintainya untuk memimpin Indonesia.

Pak Jokowi, jika anda sempat membaca ini, saya hanya ingin mengatakan betapa saya sangat mencintai bapak. Tetapi saya mohon, jangan jadi capres dulu pak. Terima kasih.




Share