Ijinkan Hati Bicara...: Februari 2014 google-site-verification: google642dcb3a3836b309.html

28 Feb 2014

Engkau dan Rindu



Engkau mengerti jarak, yang dibenamkan waktu sore yang juga berpulang meninggalkan kita. Engkau mengerti setiap rindu yang terjadi karena jarak itu. Engkau juga mengerti, setiap rindu dalam berapa pun jarak terjadi karena cinta bersama setiap pesonanya selalu mengajakmu tenggelam dalam mimpi-mimpi setiap harimu.

Tetapi engkau tak pernah mampu mengerti, seseorang di sana menunggumu harap-harap cemas. Mendoakanmu setiap jantungnya berdegub tanpa sebab. Atau setidaknya memikirkanmu tatkala seseorang sepertimu melintas di jalan depan rumahnya. Kau ada dalam tiada di setiap persinggahan lamunannya. Kau tercipta begitu sempurna dalam pahatan ingatannya. Kau, mungkin tak pernah percaya, kata-kata yang ia keluarkan dari kedalaman pikirannya hanya ditujukan untukmu, tanpa sebab apa pun. 

Dan, kau yang sering terdiam mengabaikan semua garis-garis kecil yang melintas sekejab di matamu, bahkan tak pernah tau ada begitu banyak garis waktu tercipta dari hatinya untukmu. Sengaja ia pagari setiap kata agar atas namamu, kelak dapat ia temukan lagi di mana atau kapan pun ia ingin mengingat betapa indah membayangkanmu.

Kau mungkin tak akan pernah membayangkan, ia ingin memelukmu setiap hari tapi rasa ragu lebih hebat dari keberaniannya sendiri. Seringkali, seolah-olah tanpa sengaja tangannya menyentuhmu, yang sebenarnya ia sudah tak tahan tak menyentuhmu. 

Seringkali, ia ingin menyentuhmu lebih, tapi ia takut, jari-jari tangannya yang terlalu kasar akan melukaimu. Maka ia menunggu. Menunggu hingga kau menyadari semua, lalu membuka tanganmu menyambut pelukannya.




Share

11 Feb 2014

Caleg Datang, Pohon Menangis

Tadi, sepanjang perjalanan ke luar kota Kupang, di tepi jalan-jalan utama, hingga pelosok kampung, terlihat pohon-pohon yang menghijau, rindang meneduhi terik hari ini.

Sayangnya, keteduhan yang mereka berikan harus dilukai oleh ulah serakah dan tidak tau malu dari calon orang-orang terhormat yang disebut Caleg. Senyuman mereka menempel di pohon-pohon tanpa beban. Seakan memang pohon-pohon itu dikhususkan utk memajang senyum palsu dan janji manis mereka yang dilukis tangan desain nan kreatif di baliho atau pun spanduk-spanduk.

Cara meraih simpati publik dengan merusak pohon-pohon adalah kampanye terbodoh yang dilakukan oleh seorang caleg. Jika lingkungan saja sudah tidak ia cintai, bagaimana mungkin dia mencintai konstituennya? Tipe caleg seperti ini adalah tipe orang yang akan lupa diri ketika jabatan atau kekuasaan sudah ada dalam genggamannya.

Saya membayangkan pohon-pohon ini menangis ketika paku-paku tajam mulai menusuk nusuk tubuh mereka demi menggantung selmbar baliho caleg. Pohon-pohon itu merelakan tubuhnya disakiti atas nama nafsu besar seorang caleg. Saya membayangkan nasib pohon-pohon itu adalah analogi kehidupan sebagian manusia yang rela kehilangan kebahagiaan demi menyenangkan hati orang lain.

Siang ini saya kembali ke Kupang dengan hati yang resah. Lagi-lagi, bundaran PU mengingatkan saya kepada cemara yang kini tinggal puntungnya hanya karena ada satu orang penting yang tidak suka mlihat cemara yang melambai riuh. Saya tiba di jalan Frans Seda, dan kali ini saya menyaksikan bagaimana beberapa pohon sepe di situ telah roboh oleh mesin sensor di malam sebelumnya.

Hati saya miris, diluapi tanda tanya yang tak selesai hingga perjalanan hari ini berakhir. Mungkinkah kota ini dikutuk untuk menjadi kota yang sangat panas setelah musim hujan karna kita yang seringkali egois terhadap alam?


Saya tiba lagi di kantor. Perjalanan hari ini sangat membuat saya lelah. Sudah 6 bulan dan baru hari ini perjalanan jauh saya tempuh lagi. Saya lalu memindahkan tempat duduk ke teras depan untuk melepas lelah sekaligus menghirup lagi udara segar yang sepoi-sepoi datang. Selembar koran hari ini tergeletak begitu saja di meja, sepintas mata saya menangkap sebuah judul berita "TANAM PAKSA PAKSA TANAM BUPATI KUPANG AKHIRNYA DIDUKUNG DPRD."




Share