Ijinkan Hati Bicara...: Juli 2015 google-site-verification: google642dcb3a3836b309.html

21 Jul 2015

Lebaran di Papua

Sudah beberapa hari ini, blogger papua menghadang berita negatif tentang #Tolikara dengan hashtag #LebarandiPapua di twitter. Inilah kesekian kalinya netizen berbondongbondong melawan dominasi media online Indonesia yg selalu menyuguhkan berita yg sangat merugikan bahkan terkesan menghasut untuk merusak toleransi di bumi cendrawasih.

Hashtag #LebarandiPapua bukan utk membela diri, tapi untuk menyatakan kebenaran sejati yg disembunyikan dengan sangat jeli oleh pewarta kabar nun di jakarta. Kabar yg seharusnya diberitakan berimbang agar tidak dikonsumsi mentahmentah oleh sebagian orang yg belum bisa menerima kemajemukan Indonesia Raya dan toleransi yg terkandung di dalamnya.

Papua adalah Indonesia yang emasnya kita pakai penuh kebanggaan karena mahalnya rupiah yg kita keluarkan untuk membelinya tanpa berpikir bagaimana masyarakat di sana berjuang mempertahankan Indonesia sebagai bagian dari kedaulatan mereka. Papua adalah Indonesia yg tidak pernah bersalah terhadap media di jakarta dan juga seluruh tumpah darah Indonesia. Papua adalah Indonesia yg tidak harus mencari sensasi murah seperti salah seorang artis ibukota tibatiba bergerak menggalang dana utk memperbaiki mushola terbakar dan mengabaikan nyawa korban peluru aparat.
Papua adalah kita. Luka yg ada di sana adalah luka kita. Cinta yg ada di sana adalah cinta kita. Bila keberagaman adalah Indonesia, jangan mengoyak merah putih hanya karena setitik nila dalam sebelanga susu.




Share

2 Jul 2015

"Saya" dan "kami"

Jika saya melakukan atau menghasilkan sesuatu bersama sama orang lain, maka ketika harus bercerita, saya akan menyebut "kami" bukan "saya".

Jika harus menyebut nama, saya sebutkan satu persatu nama nama yg ada di balik apa yg telah dihasilkan itu dan tidak akan condong utk hanya menyebut "saya".
"Kami" menggambarkan sebuah tim, sebuah kesatuan, sebuah solidaritas yg membangunkan alam apresiasi terhadap hasil kerja bersama serta secara langsung membangun semangat baru untuk melakukan lebih dan lebih baik. Penyebutan "Saya" utk menonjolkan diri dari hasil kerja tim justru merendahkan diri sendiri atau malah dianggap egois atau bisa juga individualis.

Toh, tanpa menyebut "saya", orang pun akan sadar bahwa di dalam "kami" ada "saya" dan karna itu bukan mustahil bahwa "saya" akan mendapat apresiasi karna telah menjadi bagian dari tim yg memberi inspirasi.

Saya sedih ketika mendapati seorang teman yg gemar bercerita tentang "saya" tanpa sedikit pun "kami". Semangat "kami" utk bisa menghasilkan lagi hal hal luar biasa bersama dia semakin lama kian memudar. Bukan karna "kami" ingin juga disebut, tapi kerja tanpa apresiasi hanyalah menghanguskan semangat yg sebelumnya merah membara.




Share