Ijinkan Hati Bicara...: Komodo, Kalian Memang Ajaib google-site-verification: google642dcb3a3836b309.html

19 Sep 2013

Komodo, Kalian Memang Ajaib


Komodo. Mendengar namanya saja seantero nusantara langsung tahu binatang purba itu ada di ujung Flores, di sebuah pulau yang bernama sama dengan binatang ini. Beda ketika menyebut Kupang, orang-orang di seberang waktu sana yang pelajaran geografi di sekolahnya sering dapat angka merah pasti langsung mengernyitkan dahi.
“Itu nama tempat???” Ini pertanyaan lazim ketika kita bicara tentang Kupang dengan orang-orang tipe di atas. Ibukota provinsi Nusa Tenggara Timur yang di dalamnya ada Komodo dan pulaunya ini ternyata tidak dikenal di belahan nusantara lain. Lebih memprihatinkan lagi, ketika kita menjawab Kupang itu ada di Pulau Timor, spontan dengan gaya sok tahu mereka langsung menimpali “oooo... Timor Leste...”
Pada saat ini terjadi, sebaiknya segera ambil langkah mundur dan pergi sejauh mungkin sebelum anda punya niat mencaci maki orang tersebut.
Prihatin memang, ketika orang lebih mengetahui seluk beluk komodo daripada ibukota provinsi yang lambangnya seekor komodo lagi menjulurkan lidah seakan menghina manusia-manusia dibalik lambang itu. Apalagi ketika komodo menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia hasil polling masyarakat dunia yang diselenggarakan oleh sebuah lembaga yang keberadaannya dipertanyakan.
Komodo memang unik. Liar, beracun dan sudah sangat tua. Konon keberadaannya di dunia ini sudah seumuran dinosaurus yang bahkan fosilnya nyaris punah jika tidak digali cepat-cepat oleh para ahli geologi. Keunikan komodo inilah yang mendorong pemerintah negara ini mempromosikan binatang langka ini ke level internasional. Apa??? Level Internasional??? Yang benar aja bro...!!!
Baru-baru ini dalam sebuah pertemuan pemuda di Filipina, saya coba bertanya kepada banyak peserta apakah mereka mengetahui tentang Komodo? Dan wow...!!! Tidak ada satu pun yang tahu tentang binatang ini. Saya mencoba berpikiran positif, mungkin promosi komodo sampai ke negara mereka, hanya saja orang-orang ini yang mungkin kurang membaca informasi dunia. Saya lalu menjelaskan apa itu komodo sampai akhirnya diakui sebagai salah satu keajaiban dunia, dan mereka hanya terperangah seraya berkata “.... wow... selamat, kalian memang ajaib...” BAH!!!

60 Milyar Untuk Binatang
Pemerintah kita ternyata tak setengah hati mengurus komodo yang telah menjadi keajaiban ini. Guna mendongkrak jumlah wisatawan mancanegara untuk mengunjungi komodo, digelarlah sail komodo yang dananya menembus angka triliunan rupiah. Puncak acara yang mendatangkan presiden dan jajaran kabinetnya sukses menghabiskan dana 60 milyar rupiah. Fantastis!!!
Dalam laporan panitia yang diberitakan di koran-koran, sail komodo sangat sukses mendatangkan ribuan wisatawan yang ingin bersilaturahmi dengan komodo. Saking banyaknya sehingga penginapan di kota Labuan Bajo tidak sanggup menampung mereka yang datang. Buntutnya, rumah penduduk pun dijadikan penginapan. Kondisi ini sangat kontras dengan yang terjadi di Sikka, ribuan pengungsi akibat letusan Gunung Rokatenda terlunta-lunta tanpa perhatian pemerintah. Pengungsi-pengungsi ini tersaingi oleh popularitas komodo setelah sebelumnya mereka juga dibungkam oleh gemuruh pilkada. Ketika milyaran rupiah berjalan mulus untuk memberdayakan potensi binatang, mereka di Palue yang notabene manusia justru sekarat dalam ketidakberdayaan. Ketika sebuah negara berdiri kokoh karena cinta rakyat, tetapi perhatian terhadap binatang lebih baik ketimbang kepada rakyat sendiri, maka sesungguhnya kemanusiaan di negara tersebut berada dalam kondisi kritis.

Lebih Banyak Turis Lokal
Kembali ke persoalan komodo, benarkah tamu-tamu yang datang itu adalah turis mancanegara? Tentu saja tidak. Seorang kompasiana melaporkan langsung dari Bau-bau, Sulawesi Selatan, tentang perayaan sail komodo yang salah satu rangkaian acaranya dilakukan di sana. Persiapan matang panitia lokal ternyata tidak sebanding dengan turis yang datang ke sana. Ia menghitung dengan pasti bahwa saat itu hanya ada 21 orang turis yang datang dan betapa para turis itu terkejut karena disambut dengan sangat meriah di sana. Ratusan penari daerah itu diturunkan hanya untuk 21 orang ini. Acara yang dihadiri juga oleh Marie Elka Pangestu ini dipadati oleh masyarakat lokal, tidak ada yang lain.
Di Labuan Bajo lain lagi. Armada kapal perang Republik Indonesia menguasai pesisir pantai di sana. Yacth-yacth mewah yang diharapkan ada lebih banyak ternyata kalah banyak dari kapal perang kita. Ujung-ujungnya, atraksi armada perang kita lebih menarik dari kehadiran para turis. Ribuan turis lokal memenuhi pesisir pantai Pedhe untuk sekedar melihat presiden dan ibu negara mereka, sekaligus menjadi saksi pesta termahal di dunia ini.

Mahal Tapi Tidak Berkualitas
Sayangnya, di lokal NTT, acara yang mahal ini tidak dikelola oleh orang-orang yang kompeten untuk mengurus sebuah event internasional. Persiapan yang asal-asalan hingga nelayan yang harus dikorbankan demi sail komodo adalah salah satu indikator untuk mengukur kemampuan para pengelola. Atraksi budaya yang ditampilkan dalam bentuk tari-tarian lebih ke komtemporer alias tariannya sudah dimodikasi sehingga kekentalan budaya dan filosofi tarian tersebut akhirnya hilang tertelan ambisi modernitas budaya.
Hanya berharap pada seven wonder agar dunia mengenal komodo tanpa promosi yang intensif sama saja berkenalan dengan orang asing yang sedang lewat, setelah meneruskan perjalanan, dia lupa dengan siapa berkenalan tadi. Sialnya lagi, dinas pariwisata provinsi NTT yang seharusnya menjadi ujung tombak promosi ini justru tidak memiliki website alias situs sendiri. Kejayaan dana promosi yang milyaran habis hanya untuk mencetak baliho raksasa bergambar wajah pejabat kita sedang berdampingan dengan komodo. Sangat ironis ketika informasi pariwisata NTT justru bisa kita baca di blog-blog para traveller, ini pun hanya sekelumit kisah perjalanan mereka dan tidak bisa dijadikan referensi utuh untuk perjalanan ke Pulau Komodo.
Lalu apa manfaat sail komodo untuk NTT, terutama untuk penduduk lokal dan komodo itu sendiri? Dalam konteks pariwisata, bisa saja acara ini memiliki gaung ke seluruh dunia. Diharapkan nanti, setelah ini, ribuan turis mancanegara akan berdatangan ke pulau komodo - dan membantu tim ranger di sana untuk memberi makan komodo – sehingga bisa meningkatkan pendapatan daerah dan negara. Penduduk lokal akan semakin maju secara ekonomi dengan dijualnya tanah-tanah mereka kepada investor lalu mereka akan mundur ke hutan dan menetap di sana sebagai orang miskin setelah uang hasil tanahnya habis. Sepuluh tahun mendatang, Labuan Bajo akan mengalahkan Bali. Ribuan investor akan menanamkan modal di sana. Setiap jengkal tanah kosong saat ini, kelak akan bernilai puluhan juta rupiah. Tak adalagi garis pantai yang kosong karena sudah dikepung ratusan hotel. Kapal-kapal nelayan tidak lagi memiliki dermaga mereka sendiri. Tuan tanah akan bergeser menjadi tuan tanganga yang hanya ternganga melihat tanahnya dulu telah menjulang beton-beton kokoh.
Bagi komodo sendiri, ini adalah ancaman terbesar terhadap habitat mereka. Sekian lama hidup dalam ketenangan tanpa terlalu banyak keriuhan, kali ini mereka harus siap diganggu oleh keingintahuan manusia. Sebuas-buasnya binatang, pasti memiliki tingkatan stress yang harus kita antisipasi. Ketika habitatnya terus diganggu, bukan tidak mungkin mereka akan mengalami stress dan berakibat pada menurunnya kemampuan bereproduksi. Ketika hal ini terjadi, kepunahan komodo sudah di depan mata dan kita harus siap kehilangan kebanggaan.
Seharusnya, masyarakat disiapkan untuk menghadapi kenyataan yang akan terjadi ke depan agar kemungkinan-kemungkinan seperti di atas dapat diminimalisir. Promosi komodo pun tidak harus dengan event milyaran rupiah. Di jaman digital seperti ini, seharusnya pemerintah dapat memanfaatkan dunia mayantara untuk mengenalkan komodo ke dunia internasional, sehingga dana lain bisa digunakan untuk peningkatan infrastruktur yang bisa mendukung pariwisata dan ekonomi. Apalagi event ini menggunakan dana rakyat yang seharusnya peruntukannya dikembalikan kepada rakyat, bukan kepada komodo apalagi calon investor. Sebab, ketika infrastruktur sudah memadai, komodo dengan sendirinya akan semakin dikenal oleh dunia karena adanya akses yang samakin mudah ke sana. @dodydoohan




Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar