Ijinkan Hati Bicara...: Maha Ruang google-site-verification: google642dcb3a3836b309.html

20 Sep 2013

Maha Ruang

Suatu hari, di waktu matahari meredup dan awan menghitam arang, kita akan berjalan sambil menerka nerka jalan kebenaran mana yang seharusnya dilalui. Perdebatan bukan lagi diskusi tentang solusi, tetapi lebih bagaimana kau menuntut kebenaran menurutmu dan aku menurutku.  

Di persimpangan, kita akan terus sibuk oleh pertengkaran tentang arah mana harus kita ambil, sementara orang lain di situ yang melihat dan hendak menolong  akhirnya hanya menjadi penonton, seolah kita adalah sepasang kebenaran tetapi mempertontonkan kebodohan ego masing masing.

Tersebutlah, pada akhirnya kita mengambil jalan salah lantas terjerumus memasuki lorong waktu yang kita tak pernah tahu apa, di mana, kapan dan bagaimana ini semua bisa terjadi. Tetapi kita tetap menganggap kesalahan ini sebagai kebenaran yang telah ditetapkan Tuhan dan terus berjalan tanpa arah. Memasuki masa lelah, mata kita seakan dibuka cahaya baru untuk melihat hidup sesungguhnya. Namun, saat semua itu terjadi, kita tak mungkin lagi kembali ke persimpangan awal perjalanan kita. Kita terus berjalan dan berjalan menemui persimpangan lain, mengambil salah satu arah yang menurut kita akan menuntun pada jalan seharusnya.  

Kita kian tersesat, terjerembab pasrah dan menganggap Tuhan sedang mencobai seberapa kuat kita mengatur alur hidup ini sendiri. Kita lalu mencari kata kata indah tentang kehidupan untuk menciptakan sedikit rasa percaya diri. Beberapa waktu kemudian, kita melupakan kata kata tersebut dan menemukan lagi kata kata yang baru. Semakin hari, semakin bertambahlah kata kata indah dalam ruang pikir hingga akhirnya kita pun memutuskan untuk menulisnya dalam bingkai yang mudah diterawang oleh kehidupan selain kita. Semakin banyak kita menulis, semakin bertambah tambahlah cara pandang terhadap kehidupan tercipta. Orang orang pada akhirnya menyebut kita dengan beberapa gelar sebagai apresiasi luar biasa terhadap setiap pikiran yang tertuangkan dalam lajur yang sengaja diciptakan terbatas. Di dalam lajur itu, terdapat lagi ruang ruang khusus yang membedakan kebesaran yang satu dengan kebesaran lainnya.  

Betapa bangganya berada dalam ruang ruang yang membatasi itu karena tidak semua insan mampu menempati ruang itu. Kebesaran ruang itu ternyata membuat kebebasan justru terbatas pada hanya ruang itu. Kebanggaan tanpa menyadari keterbatasan, menjadikan ruang itu satu satunya ruang gerak.  

Sementara itu, tanpa disadari, orang lain di luar sana sedang bergerak bebas tanpa dibatasi sekat apapun. Mereka berlari bahkan terbang tanpa sayap dan kita terus bermimpi menciptakan sayap agar mampu terbang. Mereka telah melihat seisi dunia sementara kita masih menuliskan mimpi mimpi untuk melihat seisi dunia. Kita terus menulis tentang mimpi mimpi yang tak pernah bisa kita wujudkan, sementara orang lain mewujudkan mimpi mereka oleh karena kita.  

Lebih parah lagi, ketika kita sedang berpikir, orang lain telah mengerjakan. Ketika kita mulai menulis, orang lain telah selesai mengerjakannya. Lalu kita kian membanggakan diri sebagai pencipta teori teori dasar kemanusiaan. Ketika kemanusiaan tak berjalan semestinya dan kita pun menjadi sarkastik karenanya.  

Harusnya, bukankah yang lebih banyak tahu teori ini belajar pada orang lain yang lebih banyak telah melakukan tindakan? Sebab keseimbangan tidak muncul dari teori teori tetapi lahir dari tindakan tindakan murni kehidupan yang menjadikan kebijaksanaan memiliki mutu. Rotasi ataupun revolusi bumi tidak terjadi karena teori, tetapi sebaliknya. Teori hanya memberi nama terhadap setiap tindakan, tetapi tidak menciptakan tindakan baru. Tindakan baru justru akan melahirkan teori kehidupan dengan nama baru.




Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar