Apakah Ini Sesal
Masih terbayang di ingatanku, ketika dulu aroma cinta singgah sebentar di indra penciumanku. Aku, dengan segala kekuatan menahannya agar jangan cepat berlalu, karena aku disini sangat rindu sebuah aroma cinta yang terhirup dan terpancar, walau angkuh karena berasal dari parfum kemewahan sebuah cinta. Aku tau, setelah bosan bersamaku dia akan melempar aku jauh dari sini ke tempat yang tak pernah aku duga sekalipun, tapi setidaknya aku ingin merasakan seperti apa terbang bersama cinta seperti yang sering dikatakan orang.
***
Aku menyanding cinta selama dua tahun, berterima kasih pada Sang Pemberi Cinta adalah hal pertama yang selalu kulakukan ditiap detik dalam tiap hari yang aku lewatkan karena sudah memberiku cinta, dan aku bisa menikmati hidup yang terisi cinta bersama sang permaisuri hati. Namun setelah dua tahun berlalu, kekuatan yang kubangun dengan mengerahkan seluruh kemampuan untuk mempertahankan dn menjaga itu semua, ternyata harus berakhir oleh sebuah pengkhiatan yang menyakitkan. Padahal semua masih berjalan lancar-lancar saja ketika tiba-tiba datang angin bertiup kencang menegurku dan aroma yang sudah menjadi aroma milikku untuk jarak waktu yang hampir lama tersapu angin meninggalkanku dan terbang bersama debu dan sampah. Yang tak pernah ku duga adalah aku bukan lagi berada di istana indah milikku, duduk diatas singgasana emas kesetiaan, tapi telah ditempatkannya aku dikaki persimpuhan, memohonnya kembali untuk bersanding denganku agar dia dapat memimpin hatiku. Sungguh bodoh aku... naif.... telapak kaki yang ku cium dengan airmata itu tak menghujaniku dengan sepatah katapun. Malah dia tertawa terbahak ketika airmataku berganti darah, dan tubuhku nyaris tenggelam di tempat pemakaman umum. Apa yang harus ku harapkan dari orang ego seperti itu? Bukankah menambah daftar kekayaan penderitaan yang aku terima darinya? Untuk apa aku terus mengagungkan kesejatian cinta, jika ternyata kesejatian itu sendiri Yang ketika berkata “sejati” seolah-olah di dalamnya sudah terkandung seribu makna tentang kejujuran, kesetiaan, dan ketulusan. Padahal dibalik semua itu bersembunyi kemunafikan yang memuakan, lebih pantas diludahi dan dimaki daripada diberi senyuman dari rasa sakit hati yang perih karena ternyata semua yang dianggap sejati adalah tipu daya sang maha pengkhianat. Yang menghancurkan aku dengan egonya? Hah... kenapa tidak terpikir dari dulu sebelum kuhirup aroma itu?
Share
cukuplah....
BalasHapus