Gengsi Negara Tak Mampu
Di
pertengahan tahun 2005, tiba-tiba mata media nasional dan lokal tertuju
ke Desa Bena, kecamatan Amanuban Selatan. Di sana ada sebuah panti
rawat gizi yg merawat balita gizi buruk akut. Adalah Metro TV yg pada
waktu itu menjadi televisi pertama yg mewartakan kasus gizi buruk di
Amanuban Selatan ini. Bagai Kebakaran jenggot, Bupati TTS waktu itu
dijabat oleh Daniel Banunaek langsung menelpon Camat Amanuban Selatan.
Beberapa saat kemudian, Panti Rawat Gizi yang saat itu sedang merawat 9
Anak yang terkena Marasmus Kwasiorkor dipenuhi camat dan jajarannya.
Staff CARE yang bertugas saat itu ditanyai banyak hal, sampai sang camat
menuding staff CARE International telah membuat sensasi dengan berita
yang sudah tersebar. Para staff ini kemudian diancam untuk tidak boleh
memberikan informasi apa pun untuk wartawan.
Sebelumnya, Panti
Rawat Gizi atau istilah kerennya waktu itu Theurapic Feeding Center
(TFC) diresmikan ini oleh Duta Besar Amerika Serikat pada tahun 2003.
Pengresmian ini dihadiri juga bupati TTS Willem Nope yang beberapa saat
kemudian digantikan oleh Daniel Banunaek.
Hebohnya berita
kasus gizi buruk waktu itu tentu saja mengundang banyak media untuk
turun melihat realitas yang ada. Media tidak hanya memberitakan kejadian
anak gizi buruk di TFC, tapi juga yang tersebar dan dirawat di
pusat-pusat rehabilitasi yang dibuat oleh CARE International di tingkat
Posyandu yang disebut Community Feeding Center (CFC). Ribuan Balita pada
saat itu diberitakan mengalami gizi buruk akut. Selain Marasmus,
Pneunomia juga menjadi salah satu penyakit yang selalu turut serta
dibawa dalam kasus gizi buruk ini.
Media lokal dan nasional
memberitakan dan menganggap kejadian gizi buruk di Amanuban Selatan
sebagai KLB, tapi tentu saja, penyangkalan dari Bupati dan staffnya
menarik perhatian Frans Lebu Raya yang pada waktu itu baru menjabat
sebagai Gubernur NTT.
Dalam sebuah kunjungan ke Kecamatan
Kualin, Gubernur NTT singgah beberapa saat di TFC Panite untuk melihat
keadaan yang sebenarnya. Tidak ada kata lain saat itu dari beliau,
selain bahwa akan disediakan dana dari APBD untuk mengantisipasi kasus
ini lebih meluas.
Setelah kepulangan Gubernur NTT, beberapa
hari kemudian berendus kabar bahwa TFC Panite akan diambil alih oleh
Pemda TTS, dan perawatan seluruh anak gizi buruk akan menjadi tanggung
jawab pemda.
Ternyata benar, tidak lebih dari sebulan, di
pertengahan september 2005, seluruh aset CARE yang ada di TFC Panite
diserahkan kepada Pemda untuk dikelola. Staff CARE yang bertugas di
tempat tersebut dipindahkan ke divisi atau kabupaten yang lain untuk
menangani hal yang sama.
Total asset yang diserahkan dari CARE
ke Pemda TTS pada waktu itu bernilai ratusan juta rupiah. Susu, minyak,
beras, sampai tempat tidur dan gedung TFC itu sendiri. Puskesmas Panite
ditunjuk menjadi pengelolanya.
Sayang sekali, sebulan
kemudian, TFC tersebut tidak lagi merawat pasien. Alasan ketiadaan biaya
operasional dan tidak ada lagi pasien gizi buruk di Amanuban Selatan
menyebabkan gedung TFC tersebut terlantar.
Di bulan desember,
iseng-iseng saya melongok isi dalam gedung tersebut. Kosong. Tidak ada
lagi 15 tempat tidur lengkap dengan spon lembutnya. Tidak ada lagi
kulkas. Tidak ada lagi Lemari-lemari lain dan lemari obat, alat masak
dan lain-lain. Entah ke mana berton-ton susu dan minyak goreng, kacang
hijau, dll.
Hingga saat ini, gedung TFC tersebut masih berdiri
kokoh berdampingan dengan Puskesmas Panite. Kosong, tanpa penghuni.
Sementara dari tahun ke tahun, Dinas Kesehatan Kabupaten TTS terus
merelease data gizi buruk yang angkanya tak pernah turun dari ribuan
kasus. @dodydoohan
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar