Ijinkan Hati Bicara...: Bersyukur, Belajar, dan Bersyukur Lagi google-site-verification: google642dcb3a3836b309.html

14 Jan 2014

Bersyukur, Belajar, dan Bersyukur Lagi


Baru-baru ini seorang teman bertanya kepada saya, apa kunci sukses yang dipakai, berapa banyak buku motivasi yang saya baca sebagai pedoman saya melangkah sampai sejauh ini?


Saya tersenyum mendengar pertanyaannya tapi juga bingung mencari kata yang tepat untuk menjawabnya. Pada akhirnya saya menjawab, ketika kamu mampu merenungi jalan hidupmu dan menjadikan semua yang terjadi sebagai alasan kamu bersyukur, maka kamu tidak membutuhkan buku-buku motivasi dan Mario Teguh.

Perjalanan hidup manusia tidak pernah bisa lepas dari hubungan sosial antara satu dengan lainnya. Langsung atau tak langsung, sadar atau tak sadar kita telah banyak dibantu oleh relasi ini. Entah orang lain itu membantu kita secara langsung atau tidak. Entah dia membantu secara sadar atau tidak. Atau entah kita pernah merasa terbantu atau tidak.

Saya percaya, bahwa kasih Tuhan bekerja lewat orang-orang yang telah membantu kita dan juga bahwa apa pun peristiwa yang terjadi dalam hidup saya memiliki makna ganda. Misalnya jika hari ini saya dipecat dari pekerjaan, maka pasti ada rencana indah dibalik peristiwa ini. Indahnya rencana ini mungkin baru akan kita sadari dalam rentang waktu yang lama atau bahkan saat itu juga.

Banyak pengalaman, sepahit apapun telah mengajari saya arti mengucap syukur. Orang-orang yang ada dibaliknya saya percaya sebagai motivator terbaik. Saya merenungi hidup saya detik demi detik dan bersyukur atas apa pun yang terjadi pada saya. Hinaan, caci maki, difitnah, dibenci, dicintai, disakiti saya terima dengan ikhlas lalu bersyukur lagi karena saya telah ditunjuk oleh sang sutradara agung untuk bisa belajar darinya. Mungkin terdengar klasik, tapi itulah cara saya menikmati hidup.

Tidak semua orang dibentuk dengan cara yang saya alami. Tidak semua orang diterima seperti cara saya diterima. Seorang teman bahkan pernah berkata kepada saya, “takdirmu ya sudah seperti itu, mau bagaimanapun kamu akan tetap seperti itu.”

Kata-kata itu masih terngiang di telinga saya sampai saat ini. Bahkan ekspresinya masih saya ingat dengan jelas. Teman ini adalah salah seorang atasan saya ketika untuk pertama kali saya bekerja di lembaga sosial masyarakat. Saat itu, saya adalah seorang security di gudang yang ia kepalai. Dia mengatakan demikian karena rasa ingin tahu saya tentang urusan logistik di gudang tersebut, mulai dari cara menata barang dalam gudang hingga laporan-laporan yang harus dibuat. Saya membutuhkan waktu yang lama untuk merenungi kata-kata itu, hingga akhirnya saya tiba pada satu kesimpulan bahwa mungkin apa yang dikatakannya itu benar. Ikuti saja air mengalir, jika dia mengalir ke tempat yang baik, maka baiklah hidupmu. Jika tidak??

Ya, bagaimana jika tidak. Apakah saya harus kembali ke masa lalu, masa yang penuh masalah sosial yang saya ciptakan. Kejahatan demi kejahatan. Perkelahian demi perkelahian antar kampung. Judi dari pasar ke pasar. Mabuk-mabukan atas nama geng, dll???

***

Tuhan memberi kita banyak cara untuk belajar. Kesempatan demi kesempatan dalam ribuan peristiwa adalah cara Dia mengingatkan kita bahwa Dia selalu ada dalam segala ruang dan waktu. Yang perlu kita lakukan hanyalah selalu merenungkan jalan-jalan yang telah kita lalui, tetap jujur dan tulus dalam menerima dan memberi, selalu bersyukur atas semua itu, tidak menjadi pongah apalagi takabur dengan setiap pencapaian hidup.

Jika apa yang saya ceritakan di atas tidak menginspirasi karena bagi anda biasa-biasa saja, saya anggap wajar pikiran itu ada. Semua orang mengalami pencapaian itu. Bahkan lebih hebat dari itu. Dan lagi, saya bukan menulis kisah inspiratif.

Namun, bagaimana jika ternyata tokoh yang saya ceritakan di atas adalah seorang pemuda yang tingkat pendidikannya sangat minim. Bukan seorang sarjana, bahkan pendidikan tertingginya kelas satu SMA?




Share

Tidak ada komentar:

Posting Komentar