Bersyukur, Belajar, dan Bersyukur Lagi
Baru-baru ini seorang teman bertanya kepada saya, apa kunci sukses
yang dipakai, berapa banyak buku motivasi yang saya baca sebagai pedoman saya
melangkah sampai sejauh ini?
Saya tersenyum mendengar pertanyaannya tapi juga bingung
mencari kata yang tepat untuk menjawabnya. Pada akhirnya saya menjawab, ketika
kamu mampu merenungi jalan hidupmu dan menjadikan semua yang terjadi sebagai
alasan kamu bersyukur, maka kamu tidak membutuhkan buku-buku motivasi dan Mario
Teguh.
Perjalanan hidup manusia tidak pernah bisa lepas dari
hubungan sosial antara satu dengan lainnya. Langsung atau tak langsung, sadar
atau tak sadar kita telah banyak dibantu oleh relasi ini. Entah orang lain itu membantu
kita secara langsung atau tidak. Entah dia membantu secara sadar atau tidak. Atau
entah kita pernah merasa terbantu atau tidak.
Saya percaya, bahwa kasih Tuhan bekerja lewat orang-orang
yang telah membantu kita dan juga bahwa apa pun peristiwa yang terjadi dalam
hidup saya memiliki makna ganda. Misalnya jika hari ini saya dipecat dari
pekerjaan, maka pasti ada rencana indah dibalik peristiwa ini. Indahnya rencana
ini mungkin baru akan kita sadari dalam rentang waktu yang lama atau bahkan
saat itu juga.
Banyak pengalaman, sepahit apapun telah mengajari saya arti
mengucap syukur. Orang-orang yang ada dibaliknya saya percaya sebagai motivator
terbaik. Saya merenungi hidup saya detik demi detik dan bersyukur atas apa pun
yang terjadi pada saya. Hinaan, caci maki, difitnah, dibenci, dicintai,
disakiti saya terima dengan ikhlas lalu bersyukur lagi karena saya telah
ditunjuk oleh sang sutradara agung untuk bisa belajar darinya. Mungkin terdengar
klasik, tapi itulah cara saya menikmati hidup.
Tidak semua orang dibentuk dengan cara yang saya alami. Tidak
semua orang diterima seperti cara saya diterima. Seorang teman bahkan pernah
berkata kepada saya, “takdirmu ya sudah seperti itu, mau bagaimanapun kamu akan
tetap seperti itu.”
Kata-kata itu masih terngiang di telinga saya sampai saat
ini. Bahkan ekspresinya masih saya ingat dengan jelas. Teman ini adalah salah
seorang atasan saya ketika untuk pertama kali saya bekerja di lembaga sosial
masyarakat. Saat itu, saya adalah seorang security di gudang yang ia kepalai. Dia
mengatakan demikian karena rasa ingin tahu saya tentang urusan logistik di
gudang tersebut, mulai dari cara menata barang dalam gudang hingga
laporan-laporan yang harus dibuat. Saya membutuhkan waktu yang lama untuk
merenungi kata-kata itu, hingga akhirnya saya tiba pada satu kesimpulan bahwa
mungkin apa yang dikatakannya itu benar. Ikuti saja air mengalir, jika dia
mengalir ke tempat yang baik, maka baiklah hidupmu. Jika tidak??
Ya, bagaimana jika tidak. Apakah saya harus kembali ke masa
lalu, masa yang penuh masalah sosial yang saya ciptakan. Kejahatan demi
kejahatan. Perkelahian demi perkelahian antar kampung. Judi dari pasar ke pasar.
Mabuk-mabukan atas nama geng, dll???
Tuhan memberi kita banyak cara untuk belajar. Kesempatan demi
kesempatan dalam ribuan peristiwa adalah cara Dia mengingatkan kita bahwa Dia selalu
ada dalam segala ruang dan waktu. Yang perlu kita lakukan hanyalah selalu merenungkan
jalan-jalan yang telah kita lalui, tetap jujur dan tulus dalam menerima dan
memberi, selalu bersyukur atas semua itu, tidak menjadi pongah apalagi takabur
dengan setiap pencapaian hidup.
Jika apa yang saya ceritakan di atas tidak menginspirasi
karena bagi anda biasa-biasa saja, saya anggap wajar pikiran itu ada. Semua orang
mengalami pencapaian itu. Bahkan lebih hebat dari itu. Dan lagi, saya bukan menulis
kisah inspiratif.
Namun, bagaimana jika ternyata tokoh yang saya ceritakan di
atas adalah seorang pemuda yang tingkat pendidikannya sangat minim. Bukan seorang
sarjana, bahkan pendidikan tertingginya kelas satu SMA?
Share
Tidak ada komentar:
Posting Komentar