Kekasih ku yang sejati, Adakah hatimu tak tergores sedikit pun pilu ketika ini semua harus terjadi dan kita harus melepas peluk selamanya lalu pergi untuk saling jauh dari pandang kita?
Kekasih ku yang terakhir, jika kita memang harus saling melepaskan, adakah masih akan kau ingat namaku di sisi hatimu tatkala pekat mendung gelegarkan guntur dan petir membuatmu gemetar?
Kekasihku yang kurahasiakan, masihkah akan terus kau ingat perjalanan kita yang singkat dengan sedikit kenangan kita ini jika pada akhirnya luka ini lahirkan dendam dan pikun kuasai ingat?
Kekasihku yang sejati, bolehkah untuk yang terakhir aku katakan dengan hati ini kepadamu, bahwa rasa cinta ini telah melekat menjadi daging pada tulang dan mengalir tanpa hambatan dalam setiap nadi, bahwa telah kau buat luluh setiap sendi rasa ini dengan semua ini hingga aku bagai kuntum layu lalu gugur satu persatu dari tangkai. Bahwa begitu besarnya cintaku kepadamu hingga dalam setiap hembus nafas ku sebut namamu. Kekasih ku, maukah kau percaya kata ku yang kulukis dari kedalaman rasa yang kadang tak kumengerti ini kepadamu?
Kekasihku, pada saat itu tiba dan di mana kita harus meringis sakit oleh takdir ini nanti, aku ingin memelukmu bukan untuk yang terakhir, sebab kau tau bahwa rasa ini telah mengabadi dalam hati ini dan tak mungkin tergantikan kelam cinta yang lain. Aku ingin menangis untuk ini beribu-ribu kali menyesali semua kebodohan ku dengan membiarkanmu saat kau memanggil-manggil namaku dulu namun tak pernah kuhiraukan. Aku ingin bermandi debu ketika selamat jalan harus terucap dan lambaian tangan tak mampu dihentikan saat kau mulai berpaling lagi pada jalanmu dan aku pada takdirku. Aku pasti akan terus meratapi semua ini sampai kehendak takdir mengijinkan kita untuk kembali bersatu pada dunia yang lain seperti yang sering kau katakan padaku.
Yah seperti yang sering kau katakan, bahwa surga akan mempertemukan kita bahkan menyambut kita dengan dengan sukacita.
Adalah aku, seseorang yang tak pernah teranggap diantara setiap kesan bayang yang tercipta disetiap mata pun hatimu memandang. Memang tak layak aku yang tak tahu diri ini, yang hanyalah setitik debu namun berharap berarti. Yahhh, setitik debu yang hanya bisa mengotori hati indah milikmu, setitik debu yang oleh berkasnya dapat membuat kau hina jika bersanding. Maafkan jika telah ku paksa untuk terus terpaksa bersamaku selama ini. Sekali lagi kusadari bahwa memang aku tak pernah layak ada disisimu.
Sudah kuputuskan untuk pergi jauh, bukan karena rasa telah hilang terganti mutiara lain di hati, bukan juga karena jenuh telah datang mengantar enggan dipikir, bukan juga karena terang asa telah terganti pekat gagal. Namun ternyata telah ada berlian yang diam-diam kau harapkan hadir menghiasimu dibanding aku yang debu jahanam ini.
Aku memang selalu meminta lebih diantara sedikit hal kecil yang kuberi. Aku memang anjing yang sudah diberi tulang masih mengharap isi daging. Harusnya aku lebih menyadari ini, menuntut segala hal darimu sedangkan aku sendiri tak pernah bisa memberi apa-apa. Bajingan seperti aku ini layaknya jangan pernah diberi ampun. Dimusnahkan memang lebih pantas agar dunia khayalmu tak pernah terganggu dan tercemar ego setitik debu ini.
Sudah masanya sekarang ternyata untuk setitik debu ini menyadari ketidak-berartiannya. Menyadari untuk melepaskan tubuh seorang bidadari kecil yang sekian lama ditempeli dan dan dikotorinya. Merelakan untuk sang bidadari kecil ini mengenakan perhiasan dari berlian dan emas dan bukannya lumpur dari debu.
Sesungguhnya ternyata sudah masanya sekarang untuk menjauh sejauh mungkin dan bukan lagi untuk berpikir agar bisa kembali sedekat mungkin, bukan juga untuk menyerah pada realitas yang ada, namun lebih kepada bagaimana tujuan yang mulia dari sang bidadari kecil tak terusik hal sepele dari setitik debu.
Selamat jalan bidadari kecilku, sudah kah masa ini tepat ku katakan itu? Ternyata sudah, sebab kata ini sudah seharusnya sejak dulu ada untuk dikatakan bukan hanya untuk ditulis.
Selamat jalan peri kecilku, jika terbang, janganlah terlalu tinggi kau kepakan lebar sayapmu hingga ke langit. Sebab akan ada masa di mana kita lelah hingga jatuh. Sebab rasa jatuh itu akan teramat sakit hingga seolah tak bertulang dalam raga, dan jiwa akan teriak-teriak minta mati.
Selamat jalan dewi terkasih, jangan pikirkan debu ini. Debu ini hanya ingin memohon maaf jika salah pernah menghiasi dinding yang selama ini kau bangun menghindariku.
And the story goes.... My love was over. But no regrets... Akan ada yg pergi, tapi akan ada yng datang... kenangan yg tertinggal tetap akan jadi sejarah meski ceritanya mencabik cabik... Dan seperti jejak yg membekas serupa prasasti, demikian kau akan kukenang disetiap aku melangkah.. Memang darah belum mengalirkan namamu,tapi hati sudah menggores luka bertahta namamu. Bagaimana harus kuhapus???
Selamat pergi...
Biarkan bisu bercerita tentang tawa yang pernah kita paksakan dan tangis yang coba kita hentikan... Biarkan angin melaju bebas tanpa terhalang tangan kita yang berpegangan... Biarkan ranting yang lain tak perlu patah oleh ikrar yang dengan terpaksa kita buat... Biarkan hutan hangus oleh jahanam tangan yang tak mencintainya... Biarkan malam mencumbu bintang hingga bulan cemburu dan mentari gulana... Biarkan semua... dan tinggalkan saja itu semua... Bagaimana pun juga... Ini memang harus berakhir....
Satu sisi akan dipaksakan untuk tak rela menerima... Satu sisi akan dibiarkan tersenyum bahagia... Kau merdeka... aku bahagia... kita tersenyum.... mereka tertawa....
Kita tidak mematahkan sayap yang lebar membentang, kita tidak menundukan kepala oleh perih, justru dada kita membusung bangga sebab hanya kita yang bisa menerima kebesaran hati ini untuk mengakhiri semua ini dengan baik-baik, kita sedang menuju kelana yang baru, petualangan masa depan yang dipastikan akan lebih seru... Kisah kita ini sudah terlalu basi.. Sudah sering ada di cerpen dan sinetron indonesia...
Mari buat cerita baru, skenario baru, sutradara baru, pemain-pemain yang baru... dan cinta yang baru...
Aku ini memang debu jahanam. Yang tak perlu kau anggap bahkan bisa kau buang, kau ludahi dan kau injak sesukamu lalu terserah mau cacian apa kau beri. Aku ini memang anjing kotor berlumpur yang setiap hari berkubang nista hanya untuk jaga namamu agar tak tercoreng arang. Aku ini singa berbulu domba piaraanmu yang sangat rakus hanya ingin tubuh lalu bangkainya akan dibuang di selokan limbah. Aku ini memang lapar, memang haus kasih sayangmu, hingga bahkan terkadang aku terpaksa harus meminum airmataku sendiri ketika kau tak peduli padaku saat rinduku ada di titik puncak dehidrasi. Kemarin perasaan itu masih memanjaku. Tadi pagi pagi pun perasaan itu masih membangunkan dan menciumku.
Lalu tiba tiba saja, ada secercah ragu milikmu kembali datang menghantam permukaan ulu hati ku hingga perih sangat. Dengan acuh kau ludahi aku lalu tersenyum berlalu tanpa berpaling sejenak apalagi menyeka sisa lendir yang kau hadiahi bagi ku. Setega inikah kau pada aku yang kau anggap nista memiliki cintamu, pada aku yang kau anggap hina untuk memelukmu... sudah terlalu menjijikan kah rindu yang ku tampung setiap hari di bekas kubangan yang kita gali bersama untuk menyamarkan aib yang sudah bersama dengan suka cita kita reguk?
Siang ini kau telah tega menuduh untuk hal yang tak pernah ku lakukan tanpa mu. Hanya untuk menghindar dan menjauh demi cintamu yang lain. Kenapa tak jujur saja kau katakan sejak dahulu kala, ketika mentari belum sempat berpikir untuk terbit bahwa kau merasa tak pantas bersanding dengan orang semiskin aku?
Di tepi jalan ini kau biarkan aku lirih menatap mu pergi dengan amarahmu, tak kau pedulikan teriakan panjang dari sakit sebab hati ini yang ikut terbawa bersama mu pergi.... ‘kembalilah... kembalilah....!!!” namun hingga kau menghilang di simpang jalan itu, ku lihat kau tak coba menoleh lagi.
Pada akhinya suara lirih ini tersaput angin entah dibawa kemana pergi... “kembalilah... kembalilah... kembalilah...!!!” aku masih saja terus berteriak dengan berlaksa asa biar kau dengar dan mau kembali, entah apakah kau dengar... entah apa kau sadari...
Entah di mana kau sekarang...
Apa yang terjadi padamu sekarang,
entah apa yang kau lakukan sekarang,
adakah kau baik-baik saja...
sudah makan kah..??
Akh,,,... aku masih ingin bertanya padamu seperti ini hingga malam tiba kembali sambil membelai rambutmu, hingga pada akhirnya ku peluk dan ku gendong tubuh kecilmu ke pembaringan, meninabobokan mu sampai benar-benar terlelap, lalu mengecup keningmu, hidungmu, bibirmu, dagumu, pipimu, matamu, sambil berbisik ...
‘slamat tidur sayang, semoga mimpi yang indah...’.
Tak ada lagi bisik… Hilang sosok… Rabun sudah bayang diingat… Seiring rindu yang terus menguap dan mengering Mengikis perlahan cinta yang dulu mati ku perjuangkan, bagimu… Hingga mengeropos sudah kenangan… Tak ada lagi cerita… Tak ada lagi sejarah… Kau dan aku. Kita. Mati.
Tengah malam ini… Telah kugenggam cinta baru Ku peluk tak keras namun tak akan ku lepas lagi Dia dan aku. Kami. Ijinkan aku melupakan kita… Tanpa melupakan luka yang pernah kau sandangkan bagiku.
Tengah malam ini… Sebelum aku benar benar pergi Ingin ku bilang… Terima kasih pernah memberi air segar dalam panjang dahagaku Terima kasih pernah menjadi teman dalam singkat hidupku Membuat aku merasakan cinta dan lukanya Merasakan hangat pelukmu dan melepasnya terpaksa Memberi ku tawa tulus dan luruhnya airmata
Cinta kita adalah rahasia kita Sudah ku buang ke dasar laut yang sempat tertulis Dan aku sudah menjadi amnesia untuk mengingat semua kenangan kita. Agar kita tidak akan menjadi hikayat.
Sampai jumpa di hidup kita berikutnya.
Remembering 30 Juni 2003 Tengah malam ketika aku tiba tiba sadar bahwa kita pernah bersama…
Kusembunyikan sebuah pedang di dalam hatiku, dan sebuah belati di tangan. keduanya telah mengucurkan darah yang sama dari tempat yang sama, dari luka yang sama dan dengan rasa sakit yang sama. hanya dengan satu harap ; "jangan pernah ada yang tahu jika luka itu ternyata telah ada..."
Aku tidak tersandung Tidak tergelincir Dan tidak juga jatuh. Tapi aku sementara terbang… Terbang oleh rasa ini… Rasa ketika kau peluk Rasa ketika kau cium Rasa ketika kau katakan sayangmu Rasa ketika kau perlahan menjauh Rasa ketika aku sakit
Dan jauh sebelum kau kembali padanya Jauh sebelum kau minta aku meninggalkanmu Jauh sebelum kau mengukir sakit ini… Kita sudah mati.
Aku tak ingin melihatmu untuk yang terakhir Aku tak ingin menggenggam tanganmu untuk yang terakhir Aku tak ingin memelukmu untuk yang terakhir Aku tak ingin mengecup keningmu untuk yang terakhir
Aku ingin... Masih banyak waktu untuk kita bersama Masih banyak cara untuk kita bersama Masih banyak tempat untuk kita bersama Masih banyak rasa untuk kita berbagi
Aku masih ingin... Membawamu jauh ke dalam rasa ku Menghiburmu kala berduka Membiarkanmu kala kau bahagia Aku masih ingin menikmati semua ini Meski harus lepas segala sendi karena sakit Aku ingin tetap menikmatinya.
Aku gelisah setengah mati semalam Tapi aku bisa terlelap Bahkan tak bermimpi tentangmu
Aku gelisah setengah mati pagi ini Ketika aku terbangun Dan belum kudapati kabar darimu
Dan pagi ini... Ketika perjalanan ini dimulai Pagi ini, ketika kau masih tak memberiku pilihan Pagi, ketika semalam kukecup keningmu Pagi, ketika semalam aku menunggu dan berharap Pagi, ketika semalam masih kau sebut namanya Pagi, ketika kuputuskan usai segalanya Pagi, ketika aku dengan sangat terpaksa harus berucap “selamat jalan”.
Pernah terucap kata yang membuat salah Pernah terbangun rasa yang membuat luka Lalu pernah terlintas pikir seharusnya waktu dulu kita jangan bertemu
Pertemuan telah membuat kita merasakan semua ini Seribu pahit yang datang lebih hebat dari seribu kebahagiaan yang berlalu percuma.
Pernah kutorehkan sejuta harapan ke hatimu Ketika dulu kudapatkan kuncinya lalu membuka setiap kisi relungmu Tapi kemudian kau pergi sambil berkata Aku tak bisa mencintaimu...
Cinta bagaimanapun bentuknya haruslah dibangun diatas kepercayaan yang matang. Setulus apapun hubungan cinta, jika rasa saling percaya tak pernah ada, maka yang ada adalah kejujuran yang mulai terkikis pelan-pelan lalu berakhir pada rasa jenuh dan pertengkaran tanpa akhir.
Sudah kukatakan ini berulang-ulang padamu, disetiap saat kita bersama merenda hari, di setiap kita merangkai kata menjadi janji. Adakala kau menganguk mengiyakan, adakala kau hanya terdiam sambil mengurai rambutmu. Tapi hari ini kau berkata “aku butuh kepastian dari janji-janjimu sebelum kita melangkah lebih jauh”. Lalu apa gunanya semua janji kita sekian lama dan keyakinan yang kau berikan padaku bahwa tak akan ada satupun ngengat yang akan bisa menggoyahkan kepercayaanmu padaku. Apa guna semua kepastian yang kita yakini?
Sudah tak adakah kekuatan pada setiap ucap kita dulu sehingga kau meragukannya sekarang? Apakah sudah sedemikian percumakah semua itu?
Kalau begitu berarti sekian lama kita telah terjebak dalam labirin yang kita buat sendiri. Sudah terlanjur masuk dan kita tak bisa lagi menemukan jalan keluar dari masalah-masalah yang kita ciptakan.
Naif memang, masalah-masalah yang telah kita lalui seharusnya bisa mendewasakan kita untuk lebih mengerti tentang arti sebuah kesetiaan bukan sebaliknya seperti sekarang kau meragukan janji yang sudah terikrar. Sudah tak guna lagi kau berucap tentang cintamu yang setia jika setiap hari keraguan masih bermain manis di benakmu. Bukankah itu percuma dan hanya menyiksa diri?
Satu kisah pernah hilang dengan dia Menghancurkan tanpa ampun Menyakitkan tanpa hati Semuanya bermula dari ketidakjujuran
Sekarang di sini ada kau Terlelap dalam pelukku dengan lugumu Hariku sudah kau isi dengan kisah yang penuh kasih Penuh canda riang kadang cemburu Tak ada yang tak sempurna Semuanya terlihat indah
Malam ini, diantara mimpimu Getir masa lalu kembali kuingat Terbayang jelas semua kisah masa lalu dulu Semua hanya bermula dari sebuah pesan pendek Terkirim untukmu dari seseorang yang asing bagiku Penuh romantisme yang melayangkan jiwa Tapi bagiku pahatan luka baru Di atas luka lama yang hampir mengering
Kau sempat menyangkalinya beberapa kali Tapi apalah guna bagiku Semua sudah jelas sekarang Bahwa aku harus meragukan kesetiaanmu Bahwa aku harus lebih pasti bertanya sekarang Jika cinta lain kau pelihara diam-diam
Jujur saja, saya termasuk orang yang tidak pernah tahu harus berbuat apa saat valentine. Setiap tahun, valentine adalah hari yang biasa saja bagi saya. Tak ada yang istimewa.
Namun kali ini, dalam kesendirian saya ingin membuat Valentine kali ini menjadi sedikit istimewa dengan postingan kumpulan puisi saya. Saya tak pernah memberi judul pada puisi ini. Karena sebenarnya puisi ini saya sudah lama saya buat dan sudah ada yang pernah saya posting di blog ini. Puisi ini saya buat saat di tangan saya tak ada pena dan kertas, sehingga inspirasi yang datang terpaksa saya tuangkan ke dalam hp butut saya. Dan karena kapasitas hp yang kecil sehingga saya pun menulis dengan seadanya. Puisi ini pun bisa di kirim sebagai sebagai hadiah valentine, bisa berupa sms valentine ataupun kata-katanya bisa di tulis di kartu ucapan Valentine.
Tapi saya hanya ingin bilang, bahwa tidak semua puisi di sini untuk valentine, karena sebagian adalah puisi tentang kekecewaan.
Selamat Menikmati bacaan anda kali ini dan Selamat Valentine 2009
Dia adalah misteri. Berawal dari sebuah pertemuan yang tak disengaja lalu sampai pada perpisahan yang mendadak. Ada sesuatu yang tak bisa dilupakan dari pertemuan itu. Sesuatu yang belum sempat aku maknai, sesuatu yang tak sempat aku pikirkan. Kebersamaan setengah hari yang sempat terukir itu akan tetap jadi sebuah sejarah. Meski harus diakui tak ada yang indah dari sedikit waktu itu, tapi bagiku melihat dan menikmati ceria wajahnya menghadirkan sesuatu yang lain pada rasa yang telah lama kusembunyikan dibalik dingin gerimis setiap hari. Ya, rasa yang terus berkecamuk dalam hati ini, rasa yang mengalir begitu kuat tak terbendung, rasa yang bahkan tak mampu kudefinisikan sebagai apa. Entah apakah kekaguman ini terlalu berlebihan untuk dimaknai ataukah aku yang terlalu menikmati rasa yang menikam ulu hati ini.
Dia adalah misteri. Sejauh sekarang Dia ada. Sejauh itu tangan ini tak mampu menggapainya, bahkan Dia kini tak terlihat meski samar di jauh. Dia, hanya pada sebuah potret yang sempat tertinggal senyumnya mampu kujangkau. Senyum yang begitu tulus, ada damai di sana. Di senyum itu. Potret inilah yang selalu kuraba untuk yakinkan diri bahwa wajahnya tak akan kulupakan. Dia, hanya pada sebuah bayang yang samar terlihat, mampu kupeluk dirinya meski wangi tubuhNya pun tak mampu kuhirup.
Dia entah ada di mana sekarang. Khabar dariNya yang selalu kunanti tak pernah kudengar lagi. Mungkin Dia memberi khabar, tapi tak pernah sampai dengan selamat ke indra pendengaranku. Ataukah Dia di sana terlalu sibuk menyulam hari hingga lupa bahwa sesungguhnya aku di sini masih tak percaya pernah berjumpa denganNya. Atau mungkinkah saat ini Dia terlalu sibuk bersama yang lain?
Dia tetap misteri. Misteri yang masih belum mampu kugali tentang apakah Dia juga mendapatkan rasa yang sama yang ketika kita bertemu. Tentang apakah Dia di sana juga seperti aku saat ini yang selalu menanti khabar.
Dia adalah cerita dari di hari-hariku. Akan jadi sebuah legenda. Dia yang aku yakini akan selalu membuka hatiNya kapan pun aku mau datang. Dia yang selalu menantiku dengan setia. Dia yang aku yakini selalu memberi maaf tiap aku salah. Dia yang tak pernah bosan mendengar segala keluh dan setiap rintihanku. Dia yang selalu memberi aku apapun yang aku minta. Dia yang selalu memberi kekuatan untuk terus melangkah dan jangan pernah menyerah sekali pun duri dan lumpur dalam menghadang setiap jalan. Dia yang tak pernah bosan memberi semangat setiap aku jatuh dan terluka. Dia yang selalu menjanjikan aku bahagia bila mencintaiNya dengan sungguh sungguh. Dia yang tak akan pernah meninggalkan aku.
Dia, aku hanya ingin memegang tanganNya lagi dan bersama menyusuri setiap jalan yang ingin aku lewati nanti.
Terengah lelah
Perjalanan panjang satu etape baru saja selesai
Ada sedikit saat menikmati rehat
Lepas dahaga untuk etape berikut.
Entah ke mana nanti itu tempat
Semua bahkan belum terbayang angan.
Ada banyak catatan kegagalan
Tersimpan rapi dalam sebuah kopor tua lusuh
Esok lusa mungkin bisa di buka lagi demi sebuah perenungan
Lalu akan jadi cerita sejarah buat cucu
Bahwa di sinilah leluhur membuat kau hebat.
Sedikit lagi etape kedua akan dimulai
Tapi ambil dan bakar dulu kresek berisi catatan kebahagiaan
Besok tak perlu ada yang tau itu
Toh semuanya berakhir tak indah
Lagi pula ceritanya sudah ada di catatan kegagalan,
Dan mereka akan tau seperti apa kebahagiaan
Setelah merenungi arti kegagalan.