Catatan Solidaritas II
Beberapa minggu yang lalu saya menulis sebuah catatan
tentang solidaritas anak muda kota kupang yang mengekspresikan kehidupan seni
mereka. Dan seminggu terakhir ini saya temukan begitu banyak solidaritas yang
indah, terjalin bagai simpul yang mengikat jadi satu adanya. Catatan kali ini
tidak tentang berapa banyak yang sudah dilakukan tapi bahwa apa yang dilakukan adalah
dari hati yang tulus atas nama kemanusiaan tanpa tendensi politik atau pun
untuk cari perhatian. Ini sekaligus untuk kembali membuktikan bahwa tidak semua
anak muda kota Kupang telah kehilangan nilai kasih.
Letusan gunung Rokatenda, nun di Palue yang jauh,
seakan juga meletupkan semangat solidaritas anak muda Kota Kupang. Semangat
yang diusung atas nama empati untuk nasib ribuan pengungsi yang terlantar di
tenda-tenda darurat tak layak tinggal. Semangat ini yang mendasari niat untuk
bergerak membantu mereka di sana, semampu yang bisa dilakukan di sini. Dengan
tagline #KupangBagarak dan bermantra Kita Peduli Kita Bergerak, Satu Hati Untuk
#Rokatenda, hadirlah Gerakan Seribu atau #Geser yang dilaksanakan dua hari di
dua tempat berbeda dan berhasil mengumpulkan donasi hampir dua belas juta
rupiah. Nilai yang tak sedikit untuk kegiatan amal di kelas kota kupang,
menurut teman saya. Nilai ini sangat besar, karena semua rangkaian acara ini tidak mengeluarkan uang sepeserpun untuk
pembiayaan dan lain-lain. Semua murni sumbangan dari para pihak yang merasa
peduli akan nasib semua basodara korban letusan Gunung Rokatenda.
Nilai besar dari solidaritas ini adalah bagaimana
orang-orang muda berkumpul, dan mengeluarkan semua hal yang ada di dalam diri
mereka untuk membantu yang terbatas. Dan yang lebih luar biasa lagi, adalah
orang-orang yang bergerak ini belum pernah bertemu sebelumnya. Hanya dengan
memanfaatkan media sosial lalu terjadilah satu kali pertemuan dan muncullah gerakan
solidaritas yang membanggakan ini. Sumpah, inilah kekuatan positif media sosial
yang dimanfaatkan secara positif. Saya sempat berpikir bahwa ini seperti sedang
bermain sulap yang sekedar simsalabim dan jadilah sebagaimana yang dikehendaki.
Tapi ini nyata dan bukan sulap apalagi sihir.
Lihatlah bagaimana kotak-kotak amal yang ada dikerjakan
oleh tangan terampil gadis-gadis rupawan dari berbagai latar belakang kota
kupang. Ada yang anggota pemuda gereja, ada mahasiswa yang calon perawat, calon
dokter. Mereka bahkan tak malu berjalan kaki sambil menyodorkan kotak sumbangan
itu dari mobil ke mobil.
Tapi, sekalipun kotak-kotak itu dipegang oleh para
gadis rupawan, banyak juga orang Kupang, terutama kaum adam yang tidak
tersentuh untuk memberikan sumbangan. Bahkan ada cerita ketika seorang calon
gubernur yang barusan gagal, masuk ke area pantai lasiana, dia langsung
mengalihkan pandangan ke tempat lain ketika para gadis kardus ini menyodorkan senyum,
sapa, salam dan kardus.
Para gadis, yang selanjutnya kami sebut mereka Nona
Kardus alias NADUS ini rela berjalan kaki di kegelapan jalan El Tari dan lampu
merah perempatan jalan Palapa dengan mengusung kardus dan semangat untuk
berbagi. Mereka tidak bergelar Putri NTT yang menang kontes. Mereka juga tidak
peduli pada segala macam atribut sosial yang harus melekat. Ada juga basodara
musisi. Mereka menyusur panjangnya pantai Lasiana untuk mengamen demi meredakan
gemuruh Rokatenda. Dan hasil ngamen mereka adalah setengah dari hasil donasi hari
itu. Mereka melepaskan rasa malu atas
nama solidaritas. Sebab yang terpenting bagi mereka adalah berbuat yang terbaik
untuk sesama.
Ketika sebuah masalah terjadi, tidak ada hal ajaib yang
bisa menyelesaikannya selain solidaritas. Hanya solidaritas yang bisa
menyelesaikan segala masalah pelik dengan cara baik-baik tanpa kekerasan. Dari solidaritas
pula, segala hal yang tak bermakna berubah menjadi bernilai. Bukan hanya nilai yang
materi tapi juga imateril. Dari solidaritas ini, kita diketuk untuk lebih peka
terhadap masalah sosial yang sering terjadi di sekeliling kita. Baik itu yang
terjadi terhadap sesama saudara, sahabat maupun terhadap orang yang tidak kita
kenal. Dari kepekaan rasa, kita bisa lebih bijaksana terhadap kemanusiaan, juga
untuk mengetuk pintu-pintu keadilan agar lebih membuka diri bagi mereka yang
lemah.
Mungkin di sana, di balik ribuan butiran debu yang
disemburkan dari kawah Rokatenda, ada pesan rahasia yang tak kita mengerti. Tapi
mungkin saja pesannya adalah agar kita lebih solider terhadap alam dan sekeliling
kita, juga agar kita selalu bergandengan tangan demi mengikat peduli terhadap
sesama. Rokatenda mungkin sudah merusak peradaban di sana, tapi ada peradaban baru
yang kembali lahir dalam hati kita. Rokatenda memang mencerai berai ribuan
orang di sana. Tapi di sini, kita telah bersatu untuk Rokatenda. Dan apa pun
cerita dibalik murkanya Rokatenda, semoga tidak menjadi alasan bagi kita untuk
murka apalagi mengutuknya.
Salam solidaritas untukmu, saudaraku, di mana pun
kakimu berpijak dan mendengar suara-suara alam mengelus gerahmu dengan
tangan-tangan sang bayu. Semoga kaki kita tak akan lelah berjalan dan tangan
kita tak saling melepaskan genggaman solidaritas ini. Terik mentari memang
menyengat, tapi sebenarnya ia ingin terus membakar semangat kita agar terus
menyala di tengah-tengah kemiskinan nurani mereka yang tak ingin berbagi, dan
sesungguhnya setiap uluran tangan adalah kekayaan doa dari hati yang murni. Mari
percaya dan yakini, setiap peristiwa memiliki makna ganda.
Share